Come on

Follow me @teguhspambudi

Friday, August 26, 2011

Para Maestro Kuliner Dunia

Share this history on :

Mereka tak lagi berkutat di dapur. Mereka kaya dan terkenal. Mereka adalah celebrity chef yang wajah dan masakannya dinikmati publik.

Rachael Ray, Jamie Oliver, Aaron Sanchez, Mario Batali, Bobby Flay dan Emeril Lagasse adalah nama-nama besar di dunia kuliner internasional. Mereka kerap disebut “elite chef”, dan sering juga disematkan sebagai “celebrity chef”. Laiknya selebriti, wajah mereka dinikmati di beragam medium, terutama televisi dan media cetak. Mereka tidak lagi seperti chef masa-masa sebelumnya yang berkutat di dapur, fokus pada makanan dan masakan yang diraciknya. Maklum, dulu orang pun cenderung hanya menikmati produk yang disajikan tanpa merasa perlu untuk mengetahui siapa kokinya.

Dunia memang berputar cepat. Termasuk di dunia kuliner global. Kini, dari London, Paris dan Roma di Eropa, hingga New York dan Los Angeles di Amerika, berjejer elite chef di sejumlah restoran serta hotel papan atas. Yang menarik adalah bagaimana proses popularitas itu terjadi. Sebelum era 1990-an, para maestro kuliner papan atas mendapat pengakuan dari mulut ke mulut. Bila makanan mereka lezat, nama mereka pun beredar sehingga berduyun-duyun orang-orang berkantung tebal ingin mencicipinya dan menceritakannya saat ngrumpi.

Panggung dunia chef mulai berubah drastis di era 1990-an. Di sinilah mulai muncul julukan celebrity chef. Istilah ini merujuk pada seseorang yang terkenal karena masakannya, yang biasanya dia kemudian justru menjadi lebih terkenal dari sisi pribadinya ketimbang sisi kulinernya. Era 1990-an menjadi transisi bagi chef semacam ini. Penyebabnya tiada lain adalah perhatian media yang begitu besar kepada para orang-orang elit ini.

Adalah Food Network yang membuat letupan dunia kuliner meledak dan membetot perhatian publik sekaligus membuat para maestro masakan itu makin menemukan momentumnya. Mengudara pada November 1993, Food Network yang didesain Reese Schonfeld (salah seorang pendiri CNN) adalah kanal khusus yang menayangkan program tentang makanan dan masakan. Kanal ini dimiliki Scripps Networks Interactive dan Tribune Company.

Segera acara-acara yang disajikan di saluran TV kabel ini memancing minat publik atas dunia kuliner dan pertunjukkan masak-memasak. Minat ini pun diterjemahkan menjadi sejumlah cerita di media cetak ternama seputar sosok-sosok maestro kuliner yang bukan hanya menarik, kreatif, tapi juga berkharisma. Food Network sendiri menyeleksi orang-orang elit ini. Akhirnya, seiring kemunculannya di televisi, sejumlah chef pun menerima undangan menghadiri aneka talk show dan pertunjukkan memasak di hadapan masyarakat luas. Tak ayal jalan untuk ketenaran pun terbuka lebar. Banyak yang awalnya hanya bekerja di restoran atau hotel kian ngetop. Mereka pun menjadi selebriti.

Setelah itu, dunia kuliner pun bergerak menanjak. Aneka lomba masak di televisi kian menjamur membetot orang-orang berbakat keluar dari ruangannya. Chef-chef baru pun menyeruak dari dapur-dapur yang sama sekali tak dilirik, menjadi orang terkenal. Restoran yang mereka miliki diserbu. Buku yang mereka tulis diburu. Acara televisinya pun laris. Dari sekedar tukang racik kuliner, mereka jadi selebriti kaya raya. Otomatis status sosial mereka pun meningkat.

Lihat saja Rachael Ray. Wanita murah senyum kelahiran 25 Agustus 1968 di Glens Falls, New York ini ditaksir memiliki kekayaan personal hingga US$ 60 juta. Uang tersebut diraihnya selain lewat acara 30 Minute Meals di Food Channel, juga kanal rejeki lain termasuk buku, majalah, talkshow. Ray bahkan menjadi ikon budaya pop Amerika.

Televisi tak ayal menjadi titik tumpu para chef elit kelas dunia untuk membangun reputasi. Ini memang satu hal yang menjadi kekuatan para maestro kuliner top kelas dunia. Namun, pada sisi yang mendasar, yakni produknya, para chef ini sangat menyadari pentingnya mengambil positioning. Maklum, di dunia kuliner yang kian semarak ini, diferensiasi menjadi faktor penting.

Mari alihkan pandangan ke London. James “Jamie” Trevor Oliver sering disebut chef nomor wahid dari Inggris. Untuk mendongkrak namanya sebagai maestro kuliner, lelaki 36 tahun yang terkenal dengan julukan The Naked Chef ini mengambil spesialisasi masakan Italia sekalipun kelahiran Essex, Inggris ini menguasai beberapa makanan internasional.

Celebrity chef yang juga mengambil makanan Italia sebagai sisi keunggulan kompetitifnya adalah Mario Batali. Kelahiran Seatle ini terkenal setidaknya di 3 kota, yakni New York, Las Vegas dan Los Angeles. Di keempat kota itu dia memiliki jaringan restoran di bawah merek Batali. Sementara itu, Aarón Sanchez mengambil jalur masakan Latin. Lelaki perlente ini sering tampil dalam acara memasak di televisi dan menjadi juri di acara Chopped di Food Network. Cita rasa masakan Latin menjadi titik kekuatannya.

Bila ditelaah, banyak chef kelas dunia yang mengambil jalur kuliner karena sentuhan yang didapatnya sejak kecil memang tak jauh dari dunia masak dan makanan. Sanchez adalah generasi kedua chef Latino yang malang melintang di New York. Jamie Oliver dibesarkan orang tuanya yang menjalankan sebuah pub, The Cricketers, tempat dia bereksperimen sejak belia. Hal yang sama juga berlaku pada Ray. Dia dibesarkan di Massachusetts di mana orang tuanya, James Ray dan Elsa Scuderi mengelola 4 restoran keluarga. Sejak usia 8 tahun, Ray akrab dengan dunia kuliner.

Namun, jalan buat mereka untuk ke posisi puncak, kebanyakan dirintis dari awal dan kadang penuh liku. Jamie Oliver berangkat dari seorang pastry chef di restoran Neal’s Yard di mana dia pertama kali bersentuhan dengan masakan Italia. Dia kemudian pindah ke River Cafe di Fulham sebagai sous chef. Namanya melonjak di tahun 1997 ketika tampil di acara dokumenter BBC tentang restoran, “Christmas at the River Cafe”. Di tahun itu juga dia memulai debut acara memasaknya yang kelak melambungkan namanya, The Naked Chef.

Batali bahkan awalnya seorang tukang cuci piring di resto Stuff Yer Face di New Brunswick, New Jersey. Dia lalu belajar menjadi pembuat pizza dan stromboli. Di kemudian berpindah-pindah restoran, termasuk melanglang ke resto Waterside Inn di London. Tahun 1985 Batali menjadi sous chef di Four Seasons Clift di San Fransisco sebelum mengelola restoran La Marina di Santa Barbara. Karirnya kian melonjak setelah tahun 1989 merintis restorannya sendiri.

Terlepas dari jalannya masing-masing, satu hal yang terasa menonjol kuat pada para maestro kuliner ini adalah kemampuan mereka untuk melakukan personal branding dengan menunggangi perkembangan teknologi. Mayoritas para chef elite ini punya website yang dikelola profesional, yang menjadi “rumah” mereka untuk dikunjungi para penggemarnya. Biasanya, di website ini disajikan resep-resep pilihan yang lezat. Tak lupa, agenda sang maestro pun dicantumkan. Cobalah kunjungi rachaelray.com, mariobatali.com, jamieoliver.com atau chefaaronsanchez.com. Di samping itu, kebanyakan dari mereka pun aktif melakukan perbincangan dengan khalayak via Twitter.

Serbuan celebrity chef tak hanya di Eropa dan Amerika. Tanah Asia pun dirambah para chef elite. Joel Robuchon dari Prancis, Wolfgang Puck (AS) dan Tetsuya Wakuda yang besar di Australia adalah beberapa chef yang meminjamkan nama besar mereka untuk sejumlah restoran di Asia.

Fenomena ini terjadi seiring dengan kian meningkatnya tingkat kehidupan ekonomi. Singapura, terutama. Negeri ini tergolong agresif dalam mendorong kehadiran celebrity chef kelas dunia untuk membuka jaringan restorannya. Dan kehadiran para jago kuliner itu semakin menjadi-jadi setelah Singapura membangun dua kompleks kasino megah, Marina Bay Sands dan Resort World Sentosa. Nama-nama maestro tenar lainnya seperti Kunio Tokuoka, Susur Lee dan Scot Webster juga meramaikan Singapura lewat restoran-restorannya.

Sebelum Singapura, para maestro kuliner papan atas lebih banyak beredar di Tokyo, Hong Kong dan Makau. Chef Pierre Gagnaire, umpamanya, punya restoran top di Mandarin Oriental Hotel, Hong Kong. Robuchon mengoperasikan resto Michelin di Hong Kong dan Makau. “Citra Singapura sebagai food city makin nyaring terdengar. Saya juga punya banyak teman yang bilang makin tertarik datang ke Singapura,” ujar Wakuda yang terkenal dengan jaringan restonya, Tetsuya. “Turisme di Singapura tengah booming, orang-orang kian mencari gaya hidup dan konsep dining yang baru serta canggih,” ujar Robuchon, legenda kuliner dunia saat membuka restorannya, L'Atelier di Singapura.

Singapura memang memacu industri kulinernya. Negeri ini ditaksir meraup US$ 1,47 miliar dari sektor kuliner (makanan dan minuman). Setiap wisatawan yang datang ke sana, dari total uang belanjanya, sedikitnya 10% disisihkan untuk kuliner.

Yang menarik, tekanan dari maestro global telah membuat para chef lokal juga kian tertantang. Dan generasi para chef Asia yang mempelajari metode masakan Barat itu terbilang cerdik karena memadukannya dengan cita rasa serta racikan bumbu dari warisan budaya setempat. Kini sejumlah nama chef Asia sudah kian diperhitungkan. Dari Singapura muncul nama Andre Chiang, Justin Quek dan Ronnie Chia. Dari Malaysia, Takashi Kimura dan Cheong Liew diakui luas, termasuk di Australia. Di Filipina, Astonio Escalante adalah jaminan masakan bermutu. Sementara di Pattaya, cobalah cicipi racikan Av Khanijou yang memadukan cita rasa India-Thailand.

Dengan kian makmurnya beberapa negara Asia, seperti China dan India, diprediksi akan makin banyak lahir celebrity chef lokal di negara-negara itu. Kekayaan budaya setempat, yang dipadukan dengan teknik memasak Barat, akan menarik para wisatawan yang ingin berlibur maupun singgah di tengah perjalanan bisnis.

Akhirnya, menyimak perkembangan di atas dan menimbang kekayaan kuliner Indonesia, mestinya kita patut berharap muncul nama-nama besar maestro kuliner dari Tanah Air yang turut diperhitungkan di kancah global.

0 comments: