Jagoan dari Meksiko ini terus meraksasa, menjadi produsen roti terbesar di
muka bumi. Akuisisi dan kemampuan mensegmentasi produk menjadi kunci
pertumbuhannya.
5 November 2011. Akhirnya
persetujuan itu pun rampung sudah setelah melewati rute berliku. Sara Lee
Corp. resmi menyelesaikan penjualan bisnis rotinya di wilayah
Amerika
Utara (AS dan Kanada) kepada Grupo Bimbo S.A.B. sebesar US$ 709 juta.
Nilai yang tak bisa dipandang remeh.
Jelas ini adalah
berita menarik yang cukup menyita perhatian pelaku bisnis global. Grupo Bimbo,
siapa itu?
Tak banyak orang tahu
kelompok bisnis yang satu ini. Namun Departemen Kehakiman AS sangat mengenal
kelompok usaha ini dengan baik. Sebelum November 2011 tiba, mereka menentang
keras proses penjualan bisnis roti milik Sara Lee itu lantaran mewaspadai
potensi monopoli yang akan ditimbulkan dari transaksi ini.
Ya, di kawasan Amerika
belahan utara, terutama di Amerika Serikat, Grupo Bimbo telah mencengkramkan
kukunya cukup dalam. Pemerintah AS mempermasalahkan potensi monopoli
Bimbo di pasar roti, terutama roti iris. Dengan mencaplok
bisnisnya Sara Lee, kelompok bisnis ini menguasai sejumlah pasar, diantaranya
63% pangsa pasar di San Diego, Sacramento (59%), Los
Angeles (58%) dan San Francisco (56%). Tentu ini dipandang tak
sedap oleh Pemerintah AS. Persetujuan akuisisi itu sendiri akhirnya diberikan
setelah Bimbo setuju membatasi dominasinya di sejumlah kawasan yang sudah
dikuasainya.
Jadi, siapa Bimbo?
Dalam bahasa Spanyol, kata “Bimbo” tak
punya arti atau makna spesifik. Tapi di bisnis roti dan makanan, ini adalah
nama yang tengah bersinar terang. Seperti biduan, ia tengah manggung dengan
senandungnya nan merdu. Betapa tidak, kelompok usaha ini adalah produsen roti
terbesar di muka bumi, dan perusahaan makanan keempat terbesar di dunia,
setelah Nestle, Kraft serta Unilever.
Bimbo mengelola lebih
dari 7000 produk, mulai dari aneka roti, cemilan, tortilla, hingga permen karamel. Hadir di 19 negara, ia memiliki 174
merek.
Diantaranya: Bimbo, Marinela, Ricolino, Barcel, Lonchibón, Tía Rosa, El
Globo, Milpa Real, Coronado, Duvalín, La Corona, Suandy, Marisela, Arnold, Park
Lane, Gabi, Ana María, Pullman, Nutrella, Entenmann´s, dan
Mama
Ines. Adapun 153 pabriknya tersebar di
banyak tempat, diantaranya di Meksiko (43 buah),
Amerika Selatan (25), Amerika Serikat (34) dan China (2).
Grupo Bimbo didirikan di
Mexico City, 4 Juli 1945 oleh enam sahabat: Lorenzo
Servitje Sendra, Jaime Jorba, Jaime Sendra, José Mata, Alfonso Velasco dan
Roberto Servitje Sendra. Di awal berdiri, mereka mendistribusikan roti
dalam kotak. Pada 2 Desember 1945, Bimbo
baru
memiliki 38 orang karyawan.
RAHASIA PERTUMBUHAN
Melesatnya Bimbo tak ayal
memancing banyak pihak bertanya seputar rahasia pertumbuhannya. Dan bila Roberto
Servitje Sendra yang menjawab, dia punya penjelasan yang merujuk pada
nilai-nilai Katolik yang mereka hayati. Di Warren Auditorium, San
Diego University, 12 Oktober 2012, dalam acara “Making Business 'Truly Efficient and Truly
Humane': The Case of Grupo Bimbo”, Roberto menyatakan bahwa
kunci sukses kelompok usahanya adalah menjadi perusahaan yang peduli pada
karyawannya.
Nilai-nilai Katolik memang
memainkan
peran dalam budaya perusahaan Bimbo. Sejak awal, pola pikir
yang berkembang di perusahaan yang kini memiliki 155 ribu karyawan adalah
bahwa karyawan harus diperlakukan dengan penuh hormat dan didorong bersikap
aktif. Roberto dengan bangga menyatakan bahwa selama berdiri 67 tahun, Bimbo
tidak pernah mengalami gejolak karyawan, seperti demontrasi serta bentuk
ketidakpuasan lainnya. “People are first,”
ujar lelaki yang menjadi Chairman Grupo Bimbo itu.
Apa yang dipaparkan Roberto
tidaklah keliru. Seperti perusahaan besar lainnya, Bimbo memang tumbuh dengan
modal manusia-manusia kreatif. Dan salah satu sosok kreatif itu adalah putra
Roberto, Daniel
Servitje Montull yang mengambil posisi CEO Grupo
Bimbo pada
tahun 1997.
Di bawah arahan
Daniel
yang lulusan Stanford Graduate School of Business ini, Bimbo
dibawa begitu
kreatif dan ekspansif,
merajalela ke banyak tempat. Dari hanya berkutat di Meksiko,
perusahaan ini perlahan-lahan merangsek ke tetangga-tetangganya.
Dalam ikhtiar mengembangkan
Bimbo ke pasar global, Daniel memang kreatif. Pria 53 tahun ini memperhatikan
banyak aspek, terutama sisi produksi. “Saya belajar bahwa roti tidak bisa
dibawa dalam perjalanan jarak jauh,”
katanya (The Making of Emerging-Market
Champion, McKinsey Quaterly,
Agustus 2011). Apa artinya itu?
“Kami harus melokalisasi
pasar, menyesuaikan dengan kebutuhan,” dia menambahkan. Itulah sebabnya Bimbo
mulai rajin mengakuisisi. Satu demi satu pabrik roti pun dibeli. Termasuk juga
para distributornya. Daniel paham distributor adalah penguasa rute untuk menyalurkan
roti-roti segar. Tanpa menguasai titik distribusi berarti seperti menembak
dengan peluru hampa.
Daniel adalah sosok yang
cerdas. Selain sisi produksi, dia juga memerhatikan selera konsumen. “Saya berupaya
memahami pasar. Saya belajar. Bahkan di Meksiko pun
aspek budaya diperhatikan. Di Meksiko, ada 10 tipe tortilla, berbasis
pada kesukaan daerah setempat,” dia berujar. Berangkat
dari itu, Bimbo pun melakukan diversifikasi produk sehingga tak heran bila akhirnya
memiliki lebih dari 7000 varian produk. “Sebenarnya apa yang kami lakukan di
banyak tempat adalah mensegmentasi portofolio produk di kanal yang berbeda,”
dia menjelaskan.
Kendati berawal dari akuisisi
yang kecil-kecil, namun karena menguasai jalur distribusi diiringi kemampuan inovasi
produk yang baik, Bimbo pun tumbuh membesar di banyak tempat. Tak heran pasar
Amerika Utara pun bisa ditembusnya, terutama Amerika Serikat.
Cerita Bimbo membuka
pasar di AS cukup menarik. Sewaktu Daniel membuka rute di
Los Angeles, dia membidik wilayah yang ditinggali kaum Hispanik di
kota itu dengan asumsi akan lebih mudah menggarap mereka yang
berbahasa Spanyol, atau datang dari Amerika Latin. Tapi
apa lacur, bertahun-tahun dia mengejar konsumen Hispanik,
mereka tak bisa meraihnya. Komunitas Hispanik baru bisa jatuh ke pelukan Bimbo
setelah Daniel bisa menguasai pasar yang lebih besar, di Texas dan
California.
Di Amerika Utara, sebelum
mengambil Sara Lee, Daniel terlebih dahlulu mencaplok bisnis roti milik George
Weston Foods Ltd. di awal 2008 senilai US$ 2,4 miliar.
Ini sebabnya Departemen Kehakiman kemudian menjadi was-was ketika Bimbo ingin
membeli bisnis roti Sara Lee. Mereka khawatir dominasi jagoan Meksiko yang
terlalu kuat.
Sara Lee sendiri
menjual
bagian bisnis rotinya sebagai bagian dari
konsolidasi internal. Dalam beberapa tahun terakhir,
bisnis
Sara Lee melemah. Selain roti, Sara Lee juga menjual bisnis produk
rumah tangga, kecantikan, serta perawatan sepatu.
Sara Lee kini membagi bisnisnya dalam dua perusahaan perdagangan. Satu
perusahaan fokus di Amerika Utara dengan makanan merek Jimmy Dean serta Hillshire Farm.
Satu lagi fokus di minuman internasional dengan merek seperti Pickwick serta Maison du
Cafe. Khusus dengan Bimbo, selain di wilayah operasi Amerika
Utara, Sara
Lee juga menjual bisnis rotinya di Spanyol dan Portugal ke Grup Bimbo
senilai US$ 158,3 juta.
Begitulah. Akuisisi demi
akuisisi dilakukan jagoan Negeri Sombrero ini. Bahkan di tahun 2006, Bimbo melangkah
ke China, membeli Panrico. Di negeri Tirai Bambu itu, industri roti tumbuh 7%
setiap tahunnya, dan Bimbo menikmati kinerja yang lumayan: penjualan mencapai
US$ 35 juta.
10 BESAR
Secara keseluruhan, langkah
akuisisi inilah yang membuat Bimbo tumbuh kian pesat. Dari jalan akuisisi ini,
Bimbo menjadi satu-satunya perusahaan dari negara
berkembang yang bergabung dalam 10 besar perusahaan makanan global. Di tengah
konsolidasi pasar yang diwarnai sejumlah akuisisi, seperti Kraft dan Cadbury
atau Mars dan Wrigley, Bimbo tumbuh 15% pertahun di kurun 2006-2011. Pasca
akuisisi Sara Lee, Bimbo bahkan diprediksi akan makin kinclong. Tahun 2004, penjualan
mencapai US$ 4,6 miliar. Tahun 2011, nilaianya mencapai US$ 10,7 miliar.
Dalam 3-5 tahun mendatang, diprediksi nilai ini akan berlipat ganda.
Prediksi ini tak
berlebihan. The Economist, 27 Oktober
2012, mengulas betapa berartinya pasar Amerika Utara bagi perusahaan-perusahaan
Meksiko, termasuk Bimbo. Berkat North
American Free-Trade Agreement (NAFTA), Meksiko jadi salah satu wilayah
ekonomi
paling terbuka di dunia. Dan lokasi yang dekat dengan AS sangat membantu
kalangan bisnis negeri itu. Betapa
tidak, selain Meksiko,
tak
ada ekonomi negara berkembang yang berbatasan lagsung dengan pasar
terbesar di dunia, AS. Dan sungguh ini sangat menguntungkan. Barang-barang dari Meksiko
mudah dialirkan ke AS lewat Sungai Rio Grande ketimbang dari Guangdong,
misalnya,
yang mesti lewat Samudra Pasifik terlebih dahulu.
Inilah yang membuat kiprah Bimbo ditaksir akan semakin cemerlang setelah
menguasai bisnis roti peninggalan Sara Lee.
Faktanya, setelah mengambil Sara Lee, Grupo
Bimbo menggeber habis-habisan bisnisnya di AS. Meski membatasi dominasinya di
sejumlah tempat, Daniel mendorong Bimbo melebarkan jaringan di sejumlah wilayah
seperti Connecticut, Maine, Massachusetts, New Hampshire, New York, Rhode
Island serta Vermont. Jaringan distribusi roti Sara Lee di wilayah Mid-Atlantic
pun dilebarkan. Untuk menangkap pasar AS, Daniel segera mengucurkan
investasi US$ 1 miliar untuk membangun pabrik-pabrik roti.
Kendati pasar Amerika Utara
dieksplorasi habis-habisan, Daniel tak melepaskan basis kekuatannya di Amerika
Latin. Salah satu yang kini menjadi perhatiannya adalah perubahan perilaku
konsumen di negara-negara Amerika Latin. Akibat pertumbuhan ekonomi, mereka menjadi
berkelimpahan dan lebih terinformasi.
Sekarang, “Konsumen
di Amerika Latin dan Meksiko lebih perhatian pada aspek kesehatan dan gizi
ketimbang 10 tahun lalu,” kata Daniel. Menghadapinya, Bimbo
melakukan sejumlah perbaikan, terutama melakukan reformulasi
produk. Wujudnya: lemak, garam, dan gula dikurangi,
sementara serat
ditambahkan.
“Konsumen mencari value, produk yang sehat dan
kaya nutrisi,” Daniel menjelaskan perilaku konsumen yang kini mesti
diantisipasinya. Itulah value yang
dikejar. Dan itulah yang diyakininya harus diberikan. Bila ini bisa dilakukan
konsisten, senandung pertumbuhan pun akan terus terdengar dari Bimbo. ***
Thanks to Armiadi Murdiansah (Research)