Come on

Follow me @teguhspambudi

Monday, April 21, 2014

Kisah Sepatu James Bond

Berangkat dari kreativitas, produk ini telah melewati tantangan jaman dan pasang surut persaingan. Di tangan generasi kelima, mereka kian mengglobal.

MUNGKIN tak banyak yang menyadari bahwa salah satu faktor yang membuat Daniel Craig terlihat gagah dan keren dalam film James Bond terakhirnya, Skyfall adalah sepatunya. Ya, sepatu di kedua kakinya yang kokoh itu. Dan yakinlah, makin banyak lagi yang tak mengetahui bahwa selama film laga itu berlangsung, Si James Bond ini menggunakan 4 pasang sepatu buatan Crockett & Jones. Keempat pasang sepatu itu bernama Alex, Highbury, Tetbury dan Islay.

Bukan tanpa alasan agen rahasia Inggris itu menggunakan sepatu-sepatu yang harganya tak murah ini – di kisaran US$ 524-735 sepasang. Crockett & Jones adalah salah satu produk kebanggaan bangsa Inggris. Sepatu hand made ini merupakan wujud kualitas yang terjaga, yang melewati 8 tahap produksi serta 8 minggu untuk pengerjaan setiap pasangnya. Lebih dari itu, Crockett & Jones adalah wujud dari perjalanan kreativitas yang panjang, yang berangkat dari keahlian menyamak kulit, yang membuat bangsa Inggris bangga.

Empat Sepatu Crockett & Jones untuk James Bond

Crockett & Jones dibangun pada 1879 oleh Sir James Crockett dan saudara iparnya, Charles Jones di Northampton dengan modal hibah sebesar ₤ 200 dari Thomas White Trust (TWT). Saat itu, TWT menyatakan memberi hibah untuk “mendorong anak-anak muda dengan karakter yang baik di kota Northampton serta Coventry untuk membangun bisnisnya sendiri”.

Bermodal uang hibah itu, James dan Charles mendirikan Crockett & Jones. Northampton menjadi basisnya. Ada alasan mengapa kedua anak muda itu membuat perusahaannya di sini. Wilayah Northampton secara tradisional dikenal sebagai daerah tempat tinggal orang-orang yang ahli membuat sepatu. Dan jangan keliru, kepiawaian para pembuat sepatu di wilayah ini sudah terkenal lebih dari 800 tahun. Pasokan air untuk menyamak, kulit yang berlimpah dari pasar ternak, membuat wilayah ini menjadi tempat sempurna untuk menjamurnya para pembuat sepatu. Di sini, selama berabad-abad, para perajin dan pendesain sepatu mengasah kemampuan mereka, memroses bahan baku menjadi sepatu terbaik.

Northampton memang sungguh punya sejarah yang panjang. Para pembuat sepatu dari wilayah ini bahkan sudah menyediakan sepatu saat Perang Kemerdekaan Amerika Serikat. Lalu, 2/3 dari 70 juta pasang sepatu prajurit yang bertempur saat Perang Dunia I diproduksi dari Northampton. Dan laiknya sebuah kluster industri, hampir setiap desa di wilayah ini punya industri sepatu dengan spesialisasinya masing-masing. Long Buckby, misalnya, terkenal dengan long boot sementara Wollaston untuk sepatu kerja.

Iklan Sepatu Crockett & Jones Model Lama

Saat ini, ada sekitar 25 pabrikan sepatu berada di wilayah ini. Mereka punya merek dan jejak di pasar global yang disegani. Tapi, menspesialisasikan diri dalam membuat alas kaki kulit dengan teknik yang disebut Goodyear-welted, Crockett & Jones mengukuhkan sebagai yang terbaik dan terbesar, terutama dalam urusan sepatu pria. Selain Crockett & Jones, sejumlah merek terkenal yang di Northampton adalah Trickers, Barker, Cheaney, Grenson, Loake, John Lobb, Edward Green, Alfred Sargeant, dan Church.

PASANG SURUT
Namun tentu saja ini perjalanan yang pasang-surut. Pada saat berdiri, perusahaan memulainya dari skala kecil untuk membuat sepatu pria. Roda bisnis baru berkembang di tangan generasi kedua. Pada tahun 1890-an, generasi kedua, Harry Crockett dan Frank Jones menambahkan elemen-elemen baru. Mereka memodernisasi fasilitas dengan mesin yang lebih bagus, terutama peralatan sol yang diproduksi Charles Goodyear. Langkah ini sangat strategis karena mampu membantu perusahaan memproduksi sepatu lebih cepat. Tak lupa, mereka juga membangun pabrik di Perry Street, Northamptom, yang kemudian ditambah bangunan baru di tahun 1910 dan 1935 sehingga memberikan ruang kerja yang sangat lapang.

Setelah itu, pelan tapi pasti, kinerja mereka pun terus menanjak. Bahkan pada tahun 1910, masa di mana banyak negara masih berkutat untuk memerdekakan diri, Crockett & Jones telah bergerak maju. Mereka mengekspor produksinya ke Australia, Argentina, Afrika Selatan, AS dan Timur Jauh (Jepang) sekalipun Inggris tetap menjadi pasar utamanya.

Pada tahun 1930-an, dengan generasi ketiga berada di tampuk kekuasaan, pamor Crockett & Jones kian mencorong. Produksi bisa mencapai 15.000 pasang sepatu dalam seminggu. Mayoritas sepatu ini adalah boot serta sepatu perempuan. Dan sewaktu Perang Dunia meletus. mereka memasok sepatu para prajurit. Lebih dari 1 juta pasang sepatu diluncurkan Crockett & Jones. Di masa perang ini, atas perintah Pemerintah Inggris, produksi sepatu pria dan wanita yang biasa dibuat di Northampton dihentikan, berganti khusus untuk sepatu perang yang diperlukan semua angkatan (darat, laut dan udara).

Lewat masa perang, terutama dekade 1950-1960-an, Crockett & Jones mereguk masa gemilang. Puncaknya terjadi di tahun 1968. Saat itu, Crockett & Jones menjadi salah satu bintang di tengah industri sepatu yang berjaya. Tahun itu, industri sepatu Inggris mempekerjakan 92 ribu tenaga kerja, yang menghasilkan lebih dari 200 juta pasang sepatu dalam setahun. Dari total produksi itu, sebanyak 185 juta pasang dibeli dan digunakan di Inggris. Ini adalah penanda hebatnya industri sepatu Inggris saat itu.

Tapi memang tak ada yang abadi di dunia ini. Jaman berubah, rodanya siap menggilas mereka yang nyaman. Tahun 1970-an, rencana proteksi pemerintah Inggris untuk industri sepatu gagal terlaksana. Akibatnya, sepatu dari luar menyerbu masuk. Toko-toko menawarkan sepatu alternatif dari pasar mancanegara, termasuk dari Benua Eropa.

Dalam kondisi demikian, seperti pembuat sepatu lainnya dari Inggris, Crockett & Jones pun mengalami mimpi buruk. Produksi melambat dan merosot, bahkan pernah hanya membuat 60 ribu pasang sepatu dalam setahun.

Menyiasati keadaan, pada tahun 1977, manajemen Crockett & Jones memfokus (re-focus) ulang bisnisnya. Mereka memutuskan untuk memusatkan perhatian pada sepatu laki-laki berkualitas tinggi. Lalu, alih-alih bertahan di dalam negeri di tengah serbuan sepatu asing, mereka juga memutuskan untuk mengembangkan pasar mancanegara, terutama Eropa, AS serta Jepang.

Bisnis pun kembali bergulir cepat. Selama 13 tahun kemudian, 70% dari produksi bahkan untuk pasar ekspor. Tak heran, pada 1990, Crockett & Jones pun diganjar Queens Award for Export Achievement oleh pemerintah Inggris.

Setelah itu, Crockett & Jones kian melebarkan sayapnya. Mereka merasa tak cukup lagi hanya melempar produk ke pasar tanpa sesuatu yang bisa mewakili citra elitnya. Seusai membuka toko ritelnya yang pertama di Jermyn Street, London pada tahun 1997, mereka merentangkan toko-toko di luar negeri seperti New York, Paris and Brussels.

Menurut managing director-nya, Jonathan Jones, setelah situasi yang buruk di dekade 1970-an, perlahan-lahan keadaan Crockett & Jones kembali membaik hingga produksi bisa tumbuh ke titik 130 ribu dalam setahun. Namun jelas masa gemilang dekade 1950-1960’an itu telah memudar. “Kami bergerak mendatar, dan problem terbesar adalah mengelola permintaan serta menemukan tenaga kerja ahli yang kami perlukan,” kata Jonathan.

Sekarang, setelah 4 dekade berlalu dari masa kegemilangan industri sepatu Inggris, yang tersisa hanya sekitar 4500 pembuat sepatu di negara itu. Mereka memproduksi 5 juta pasang setahun. Itu pun kebanyakan secara parsial dibuat di luar Inggris dengan model outsourcing, kemudian distempel “Made in England” – sesuatu yang menjadi ciri semua industri global.

ADAPTIF
Dalam kondisi demikian, sebagai pemain terbesar, Crockett & Jones berupaya bersikap adaptif terhadap perubahan situasi. Di tangah generasi kelima, mereka terus berupaya mengatasi tantangan yang tak mudah, baik yang datang dari lingkup internal maupun eksternal.

Dari sisi internal, mereka kini terus aktif merekrut orang. Persoalannya, membuat sepatu hand made tidaklah gampang. Tak selalu mudah mendapatkan orang-orang yang ahli dalam urusan ini untuk bersedia duduk asyik bekerja di lantai produksi.

Pekerja Crockett & Jones. Mencari Tenaga Ahli untuk Hand Made Shoes tidak Mudah. 

Kemudian, di lingkup eksternal, Crockett & Jones mendapat kerepotan lain. Mereka bukan hanya berduel dengan pemain sejenis melainkan juga mesti berkompetisi dengan pelaku bisnis tas tangan mewah yang tengah booming, yang juga membutuhkan kulit bermutu tinggi. Akibatnya, ongkos produksi pun meningkat sehingga mau tak mau harga sepatu Crockett & Jones ikut terdongkrak.

Namun tentu saja hal yang bisa melemahkan ini mesti dicari solusinya. Selain terus mencari tangan-tangan terampil untuk lantai produksi, lalu membenahi sisi bahan baku dengan mengupayakan mendapat bahan sepatu terbaik, Crockett & Jones juga mengaktifkan lini-lini pemasaran, termasuk dengan teknik word of mouth (WOM). Di sini, mereka beruntung. Kebanyakan para pengguna fanatiknya menjadi evangelical consumer yang konsisten untuk perusahaan sepatu ini. Dalam satu kesempatan, para pengguna fanatik mengungkap di koran The Daily Telegraph dengan menyatakan sudah menggunakan sepatu Crockett & Jones selama satu dekade. Artinya, sekalipun mahal, sepatunya awet. Selama lebih dari 20 tahun terakhir, rekomendasi WOM ini telah turut membantu Crockett & Jones bertahan dan tumbuh menjadi kebanggaan bangsa Inggris.

Tapi tentu saja manajemennya tidak mau terlena. Mereka ingin merek Crockett & Jones kian mendunia. Mereka ingin sepatu ini bukan hanya dipakai James Bond, tapi sebanyak mungkin orang. ***