Come on

Follow me @teguhspambudi

Tuesday, August 17, 2010

Filantrop Kaya Negeri Kanguru

Share this history on :
Sempat tersandung, dia bangkit menjadi orang terkaya Australia. Toh kekayaan tak membuatnya silau. Separuh hidupnya akan didedikasikan untuk mengatasi persoalan sosial.

Teguh S. Pambudi

Lelaki ini akrab disebut Twiggy. Terdengar lucu, memang. Tapi jangan ditanya reputasinya. Orang Australia mengenalnya sebagai lelaki terkaya di negeri itu. Tahun ini, dia mendongkel posisi James Packer sebagai orang terkaya Negeri Kanguru setelah nilai kekayaannya melonjak 149%, mencapai Rp 41 triliun. Itu semua buah peruntungannya lewat Fortescue Metals Group (FMG) Ltd., perusahaan pertambangan bijih besi.

Andrew Forrest. Itulah nama lelaki kelahiran 1961 ini. Dibesarkan di Minderoo, sebuah ranch di wilayah Pilbara, dia tinggal di mana lima generasi keluarganya hidup dan bekerja. Salah seorang kerabatnya, Sir John Forrest, adalah golongan pertama orang-orang yang menghuni Australia Barat. Juga Alexander Forrest. Patung keduanya terkenal di ibukota Australia Barat, Perth.

Selepas dari Hale School, Forrest mengambil jurusan ekonomi di University of Western Australia. Setelah lulus, dia menjadi pialang saham di perusahaan sekuritas, Jacksons. Namun itu tak lama dilakoninya.

Seperti beberapa wilayah lain di Australia yang kaya bahan tambang, Pilbara pun demikian. Bahkan, daerah ini bertransformasi menjadi ladang-ladang bijih besi yang memasok pabrik-pabrik baja Asia. Dan Forrest pun tertarik untuk ikut menggelutinya, masuk ke dunia pertambangan.

Awal usia 30-an, Forrest mendirikan Anaconda Nickel Ltd. dan menjadi CEO-nya. Tangan dinginnya mengantar Anaconda menjadi eksportir mineral terbesar di Australia. Sayang, tak semuanya berjalan mulus. Proyek pertambangan Forrest di lahan Murrin Murrin menjadi biang keroknya. Karena ditunda, anggaran proyek tambang nikel ini jadi membengkak. Celakanya, surat-surat utang telah jatuh tempo.

Dalam situasi demikian, Anaconda chaos. Forrest pun ditendang dari posisi CEO. Investor-investor menelan kerugian. Anglo American Plc, salah satu perusahaan besar dunia hanya bisa mendapat 7% dari investasi US$ 200 juta yang dikucurkannya, setelah berjuang menyingkirkan Forrest. Secara umum, para investor hanya menerima US$ 23 sen dari setiap dolar yang diinvestasikan ketika Anaconda dipaksa melakukan restrukturisasi (sekarang menjadi Minara Resources).


Memang Forrest terpukul. Tapi dia tak mengaku kalah ketika bisnisnya hancur lebur. Dia juga tak mau lama tenggelam dalam kegagalan. Melihat permintaan bijih besi dari pabrik-pabrik di Cina terus meningkat, dia segera bergerak. Tahun 2003, Forrest mengambil alih Allied Mining and Processing dan mengganti namanya menjadi Fortescue Metals Group. Kepada publik dia pun mengobral janji: Fortescue akan menjadi tambang bijih besi nomor tiga di Australia.

Tak banyak yang menanggapi sesumbar itu. Tak banyak yang menilai rencana-rencana Forrest. Malah lebih banyak yang menyangsikannya. Sebab, selain rekam jejaknya yang babak belur di Murrin Murrin, saingannya adalah dua pemain besar Anglo-Australian, BHP Billiton dan Rio Tinto. Saat itu, Forrest tak ubahnya Don Quixote, berteriak-teriak di tengah raksasa pertambangan.

Tapi bukan Forrest namanya kalau tak bisa membuktikan omong besarnya. Dari rumahnya di sisi pantai Perth, dia merancang semuanya buat Fortescue. Rumah ini tergolong besar. Namun gaya hidup Forrest tidaklah berlebihan. Tak ada mobil mewah yang berkilat. Tak ada kapal besar di dekatnya. Yang tampak adalah tanda-tanda patriotisme: bendera Australia.

Perlahan tapi pasti, Forrest bangkit dari keterpurukannya. Satu demi satu dia mengambil lahan-lahan tambang di Mount Nicholas, Christmas Creek, Cloudbreak, dan Tongolo. Tahun 2007 bahkan mengambil Niagara Mining, yang punya lahan luas di sekitar Laverton, Australia Barat.

Dewi Fortuna memang berpihak padanya. Permintaan bijih besi untuk pabrik-pabrik baja terus melonjak sehingga harga komoditas ini pun terus meroket puluhan persen setiap tahunnya. Sebagai contoh, pertengahan tahun ini, harga bijih besi mencapai US$190 dolar/ton, dua kali lipat dibanding posisi September 2009.

Setelah tertarih, Forrest sukses berat. Dia membawa Fortescue menjadi perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar di Australia dengan nilai US$13,4 miliar – Macquarie Bank jadi yang terbesar. Perusahaan yang didirikan Forrest, the Metal Group adalah pemegang saham terbesar Fortescue, dengan 31,35% saham. “Forrest adalah tipe hands-on management,” ujar David Sanders, seorang pengacara yang mengenalnya. “Tak ada yang bisa menahannya untuk bekerja. Kalau dia menemukan bijih besi, dia akan terlibat dalam penggaliannya,” lanjutnya.

Untuk mencapai kekayaan, jalan yang dilalui Forrest terbilang cukup berliku. Namun menariknya, dia bukanlah tipe orang yang pelit ketika uang berlimpah urah. Yang menjadi buah bibir darinya adalah bahwa dia bukan hanya terkaya, melainkan juga dermawan dan sangat peduli orang sekitar, terutama nasib kaum Aborigin: suku asli yang dipinggirkan dari arus besar pembangunan di Negeri Kanguru.

Selama dua tahun terakhir, Forrest telah meluncurkan program Generation One. Ini adalah

program untuk melatih dan mencarikan kerja buat orang Aborigin. Seperti diketahui, suku ini adalah penduduk asli Australia yang terpinggirkan dalam proses pembangunan di Negeri Kanguru. Tapi mengapa menolong Aborigin?

Forrest mengaku meluangkan banyak waktu di masa kecilnya dengan anak-anak Aborigin. “Mereka yang mengajariku berburu, melacak dan berkelahi,” katanya. Tapi bukan sekedar mengenang masa lalu yang membuatnya menolong orang-orang Aborigin. Menurutnya, menolong orang Aborigin bahkan akan menjadi kunci masa depan bisnisnya karena mereka akan terlibat banyak dalam bisnis pertambangan.

Generation One itu sendiri merupakan menjadi proyek filantropinya yang paling ambisius. Tapi Forrest tak sendirian. Dia mengajak serta orang-orang kaya Australia diantaranya James Packer, Kerry Stokes dan Lindsay Fox. Besarnya sumbangan ketiga orang ini bersama Forrest tak diketahui publik. Namun setidaknya diyakini masing-masing dari mereka menyumbang US$1,8 juta untuk mengampanyekan program ini.

Ide Generation One adalah memotong kompas peran pemerintah dan menggunakan periklanan untuk meningkatkan kesadaran publik untuk menyediakan peluang kerja bagi orang-orang Abogirin. Forrest menyatakan bahwa keputusan untuk tidak melibatkan pemerintah pada Generation One adalah penting agar proyek ini tidak bersifat partisan. "Kami tak ingin kebijakan yang dibuat pemerintah,” katanya. “Saya percaya kita dapat menciptakan welfare dependency,” tandasnya.

Membantu orang Aborigin hanyalah bagian dari dimensi filantropi Forrest. Dia sendiri berjanji untuk memberikan kekayaannya, juga kehidupannya untuk filantrofi. "Saya dedikasikan separuh hidup untuk filantropi,” katanya.

Itu benar adanya. Filantrofi memang seakan jadi hobi Forrest. Jauh sebelumnya, dia telah menyumbang Australian Children's Trust, sebuah organisasi yang menolong anak-anak suku terasing. Caranya? Dia memberi saham pada Children's Trust yang sekarang bernilai US$35 juta.

Dalam urusan filantropi, Forrest menyatakan bahwa dia menggunakan orang-orang AS sebagai modelnya dalam berderma. “Saya telah pelajari apa yang Bill dan Melinda Gates lakukan, seperti juga halnya Warren Buffet. Saya berharap pebisnis Australia mengikuti mereka,” katanya.

Melihat kedermawanannya itu, tidak heran bila Forrest termasuk pebisnis yang dikagumi di Australia. Dia membuktikan pebisnis bukan semata pemburu profit, tapi juga bertanggung jawab pada masyarakat. Kalau sudah begini, menyebut Twiggy, sama dengan mengingat seorang dermawan.

0 comments: