Come on

Follow me @teguhspambudi

Saturday, August 4, 2012

Selamat Datang Abad Kota

Share this history on :


Kota-kota besar di dunia kini terus menarik, mempertahankan dan mendorong arus ide, modal serta manusia. Tak heran, studi atas posisi mereka juga kian masif digelar. Lalu di mana posisi Jakarta?


Tak salah bila McKinsey Global Institute (MGI) menyebut abad 21 sebagai “the century of the cities”. Alasannya: kota-kota di seluruh dunia kian tumbuh sebagai pusat putaran ekonomi. Untuk pertama kali dalam sejarah, lebih dari setengah populasi dunia menetap di perkotaan, mencetak lebih dari 80% global GDP. Dan itu tak hanya terjadi di belahan negara maju, tapi juga kawasan yang sebelumnya disebut negara berkembang.

Menguatnya posisi kota di tengah pergerakan sumbu-sumbu ekonomi dunia dari Utara ke wilayah Selatan, telah memancing sejumlah penelitian yang digelar beberapa lembaga bergengsi. MGI, contohnya, baru saja merilis laporan bertitel “Urban world: Mapping the economic power of cities.” Dalam studi itu disebutkan kini 600 kota didiami 22% populasi dunia dan menyumbang 54% GDP global. Tahun 2025, jumlah itu berubah: 25% populasi dunia dan 58% GDP global. Hanya saja, komposisi dari 600 kota tersebut akan berubah. Kota-kota di Cina dan India akan menjadi bagian dari 600 kota yang memainkan peran besar ini.

Sebelumnya, November 2011, majalah Euromoney menurunkan liputan tentang “Global Cities Survey”. Laporan ini dibuat berdasarkan studi yang digelar Citigroup Inc. Sementara di tempat lain, Economist Intelligence Unit (EIU) merilis “Hot Spots - Benchmarking Global City Competitiveness”. Bahkan tak lama berselang, EIU, kali ini bersama Buzzdata juga merilis studi “Best Cities Ranking and Report 2012”. Semua bicara tentang posisi satu kota dengan kota lainnya.

Di luar studi tersebut, laporan yang menarik dan dipandang komprehensif adalah Global Cities Index (GCI). Ini adalah kajian yang dikembangkan konsultan manajemen dari Chicago, A. T. Kearney beserta Chicago Council on Global Affairs. Studi ini telah dipublikasikan selama 2 tahun sekali, sejak tahun 2008.

Apa yang dimaksud global city?

Menurut studi A. T. Kearney, kota global adalah kota-kota yang saling terhubung dengan kota-kota internasional, berpengaruh dalam multidimensi mulai dari aspek budaya, keuangan, hingga pembuatan keputusan. Untuk edisi GCI 2012, pengukuran dilakukan pada 66 kota di seluruh dunia dengan menilai 25 metrik dari 5 dimensi: (1) business activity; (2) human capital; (3) information exchange; (4) cultural experience; dan (5) political engagement.

Business activity diantaranya diukur dari keberadaan kantor pusat perusahaan global, pasar modal, konferensi internasional, aliran barang lewat pelabuhan serta bandar udara. Sisi human capital dilihat dari aspek kemampuan menarik talenta terbaik, yang diantaranya mengukur kualitas universitas, jumlah sekolah internasional, serta populasi siswa internasional. Adapun information echange menakar sejauh mana alur informasi tersirkulasi di dalam dan di luar kota. Aksesibilitas terhadap saluran TV internasional serta internet, juga jumlah biro berita internasional yang ada menjadi mentrik pengukuran.

Sementara cultural experience, mengukur dari sisi budaya, mulai dari jumlah museum, tempat pertunjukan kesenian, pusat-pusat kuliner, kegiatan olahraga internasional, jumlah pelancong internasional dan hubungan sister-city yang ada. Terakhir, political engagement menyoroti bagaimana kota tersebut mempengaruhi dialog serta kebijakan global, biasanya diukur dari jumlah kedutaan dan konsulat, kantor tanki pemikir dan organisasi internasional, termasuk juga jumlah konferensi politik yang digelar.

Penyeleksian yang dilakukan A. T. Kearney terbilang ketat, dengan menyaring data yang disajikan Buzzdata. Hasilnya, muncullah peringkat 10 besar global cities yakni New York, London, Paris, Tokyo, Hong Kong, Los Angeles, Chicago, Seoul, Brussels dan Washington, D.C. Adapun Jakarta berada di posisi 54, merosot dibanding tahun 2008 (posisi 48) dan 2010 (53). Dari negara-negara Asia Tenggara, Jakarta di bawah Singapura (11), Bangkok (43), Kuala Lumpur (49) dan Manila (51). Jakarta hanya di atas Ho Chi Minh (61). 



Bagaimana kota-kota besar itu menjadi sangat istimewa?

New York, contohnya, Berada di peringkat wahid GCI 2012 dengan skor 6,35, kota yang memang didesain oleh pemerintahannya (dipimpin seorang walikota) untuk menjadi kota tempat aktivitas bisnis, budaya dan politik yang canggih. Untuk melancarkan aktivitas bisnis, umpamanya, New York telah menyediakan sistem transportasi yang canggih. Subway di sini disebut-sebut sebagai yang terbaik di dunia sehingga mereka yang datang ke kota ini tak mesti dipusingkan dengan kemacetan atau parkir yang umumnya melanda kota besar.

Fasilitas air di kota ini juga istimewa. Pasokan air ke New York bisa dikatakan superior. Mereka menyediakan air bagi warga kota, yang diambil dari 19 reservoir air dan 3 danau di sekitar kota. Sumber-sumber air itu menyediakan lebih dari 1 miliar gallon air bersih. Jangan bandingkan dengan Jakarta atau kota-kota di Indonesia yang reservoir air-nya kebanyakan sudah dibeton menjadi mal.

Untuk urusan penataan tata ruang, New York memang terbilang yahud. Bahkan sangat memperhatikan aspek hijau. Pohon di pinggir jalan. Central Park yang hijau. Bahkan rumah-rumah diupayakan memiliki taman sendiri. Pemerintahan kota ini memang ingin New York kota yang hijau. Dan buat aktivitas budaya atau kuliner, jangan dikata lagi. New York adalah kota dengan tempat ngopi di mana-mana. Sedikitnya ada 200 gerai Starbucks di kota yang hidup selama 24 jam. Di kota ini, “closing time” bersifat relatif. Jam berapapun Anda butuh burger atau kertas toilet, Anda bisa mendapatkannya, bahkan pada jam 3 dini hari sekalipun (hmm… Jakarta juga sudah mulai seperti ini). Sementara bagi yang menyenangi aktivitas budaya, olahraga maupun kuliner, New York adalah surganya. Fasilitas aktivitas untuk hal tersebut sangat diperhatikan.

Dari Asia, selain Tokyo, Hong Kong menempati peringkat 5 besar GCI 2012 (skor 4,56). Tapi dari studi “Best Cities Ranking and Report 2012” yang dikeluarkan EIU bersama Buzzdata, Hong Kong berada di peringkat pertama, disusul Amsterdam, Osaka dan Paris. Tokyo berada di posisi ke-10.

EIU mengeluarkan Spatially Adjusted Liveability Index” (SALI). Ada beberapa indikator yang digunakan. Diantaranya adalah: ruang hijau, pemekaran kota, aset alam, aset budaya, konektivitas, hingga tingkat polusi. Masing-masing indikator diberi skor 1-5. Hong Kong di nomor pertama dengan skor SALI 87,8. Lalu, apa istimewanya Hong Kong?

Meski terbilang kecil, Hong Kong sangat hidup, terutama untuk bisnis. Pemerintahannya sangat terbuka untuk mendukung aktivitas bisnis global. Tak heran, di sini 115 negara mempunyai konsulat asing-masing (terbanyak dibanding kota manapun di dunia). Seperti halnya New York, Hong Kong juga memperhatikan sistem transportasi agar aktivitas bisnis dan kegiatan lain berjalan lancar. Hong Kong bukanlah kota buat para premotor. Bis, feri, kereta, trem, semuanya saling terhubung di kota yang ditempati 7 juta jiwa lebih ini. Konektivitas sistem transportasinya adalah yang tercanggih di dunia.

Tata ruang di Hong Kong juga hebat. Area bisnis dan hiburan tertata. Disney Land, Ocean Park tersedia di sini. Sekalipun menjadi megacity dan kota kosmopolitan, 40% teritori Hong Kong dilindungi oleh taman-taman kota. Di luar itu semua, Hong Kong juga tempat buat mereka yang menyenangi budaya serta kuliner. Aset-aset bersejarah dipelihara di tengah sibuknya kota.

Kebanyakan kota yang masuk dalam peringkat best cities oleh beragam studi menunjukkan pemerintahannya mencoba menyeimbangkan antara aktivitas bisnis, politik dan lingkungan, juga memperhatikan kenyamanan penduduknya. Inilah poin yang menjadi benang merah bila kota-kota di Indonesia ingin belajar dari mereka.

Yang menarik, berbarengan dengan GCI 2012, A. T. Kearney juga merilis Emerging Cities Outlook (ECO) 2012 untuk yang pertama kali. ECO adalah upaya untuk menaksir potensi kota-kota di kekuatan ekonomi yang tengah berkembang pesat untuk menjadi kekuatan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat global. Peringkat 10 besarnya adalah Beijing, Shanghai, Taipei, Chongqing, Shenzhen, Guangzhou, Bogota, Dhaka, Ho Chi Minh City and Bangalore. Beijing, kota yang pertumbuhannya paling pesat di dunia, begitu juga Shanghai sebagai pusat keuangan dunia yang paling melesat, diharapkan dalam 2 dekade mendatang akan menjadi top global cities, menggusur posisi New York dan London. Beijing dan Shanghai ditaksir malah akan membentuk triad strategis bersama Hong Kong menjadi pusat kota dunia yang dahsyat seiring pertumbuhan ekonomi serta kelas menengah. Triad strategis ini menyaingi hubungan tradisional kota-kota besar yang sudah berlangsung seperti NYLON (New York-London), PARFRANK (Paris-Frankfurt), LATOK (Los Angeles-Tokyo) serta HONGSING (Hong Kong-Singapura).

10 kota yang termasuk ECO (Beijing dst), dalam analisis A. T. Kearney tergolong mereka yang berada di kuadran high potential untuk menjadi kota-kota dunia yang berpengaruh. Lantas, bagaimana dengan Jakarta?

A. T. Kearney membuat 4 kuadran dengan 2 sumbu: strength dan vulnerabilities. Yang dimaksud strength adalah GDP, pertumbuhan kelas menengah, pengembangan infrastruktur dan kemudahan menjalankan bisnis. Adapun vulnerabilities termasuk tingginya tingkat polusi, ketidakstabilan dan ketidakamanan, korupsi serta sistem kesehatan yang buruk. Dari kuadran tersebut, Jakarta berada dalam posisi status quo bersama sejumlah kota seperti Kuala Lumur, Manila, Bangkok, Sao Paulo, Rio de Janeiro dan Karachi. Strength Jakarta di indeks 6.0, sementara vulnerabilities-nya 4,9. Posisi Jakarta sedikit lebih baik dibanding kuandran vulnerable, kota-kota negara berkembang yang dipandang pengaruhnya akan kian memudar seperti Caracas, Nairobi, Kairo, dan Lagos.

Bila diperhatikan, setiap survei yang digelar lembaga-lembaga bergengsi di atas memiliki keunggulan serta kelemahannya tersendiri. Tapi terlepas dari hal tersebut, riset-riset itu segaris dalam satu kesimpulan: kota-kota di dunia kini terus menarik, mempertahankan dan mendorong arus ide, modal serta manusia. Urbanisasi menjadi fenomena biasa. Dunia masa kini adalah dunia kota, bukan lagi negara. Suka ataupun tidak, inilah abad kota. ***

0 comments: