Diam tapi pasti, jagoan lokal ini terus merangsek pasar global. Kuncinya:
gigih membuka pasar.
Tak keliru bila menyebut Brazil, kebanyakan orang
hanya tahu atau teringat tarian Samba, Copacabana dan aksi-aksi atraktif para pemain
sepak bolanya di lapangan hijau. Ketiganya
memang identik dengan negeri di belahan Amerika Latin itu. Namun di luar ketiganya,
sesungguhnya Brazil memiliki perusahaan-perusahaan jempolan. Salah satunya adalah Natura Cosméticos yang kiprahnya mengesankan.
Seperti diungkap Harvard Business Review (Juli-Agustus
2012), Natura adalah raksasa Brazil yang telah 30 tahun malang melintang di bisnis kosmetik dan menjadi
kuat dari waktu ke waktu. Indikasi kekuatannya cukup menarik: pendapatan di tahun
2010 –
termasuk dari pasar internasionalnya – mencapai US$ 2,8 miliar
sementara laba bersih sebelum pajak sebesar US$ 660 juta. Dengan raihan
seperti itu, Natura masuk 20 besar perusahaan kecantikan dunia. Lalu, dengan marjin
laba 24,5%
membuatnya menjadi perusahaan kosmetik paling menguntungkan, di atas Avon yang sebesar
12%, Estée Lauder (18%), dan L’Oréal (19%).
Dalam konteks
global, Natura adalah refleksi dari tumbuhnya dunia bisnis di luar
negara-negara maju, khususnya di panggung bisnis kecantikan. Sekitar 20 tahun lalu, AS, Eropa Barat dan Jepang menguasai
2/3 pasar bisnis kosmetik, aroma dan toiletries dunia. Kini pasar
itu makin menyebar. Hebatnya, market size Brazil menyodok menjadi
nomor 3 di panggung bisnis kecantikan global, dengan
nilai US$ 308 miliar. China menjadi
nomor 4. Lalu Rusia nomor 8, sementara India nomor 14. Semua itu tentunya tak bisa dilepaskan dari meningkatkan
pendapatan masyarakat di negara-negara tersebut sehingga daya belinya bertambah.
Khusus untuk Natura, posisinya sungguh
menarik. Kebanyakan pasar negara-negara berkembang masih dikuasai pemain besar.
Pasar Cina, Rusia, dan India, umpamanya, didominasi
perusahaan Barat dan Jepang seperti L’Oréal dan LVMH dari Prancis; Procter & Gamble, Avon, dan Estée Lauder dari
AS; Unilever dari Belanda; dan Shiseido dari Jepang. Di Brazil situasinya berbeda. Di sini Natura adalah
jagoannya. Ia nomor wahid, penguasa pasar. Tahun 2004, Natura resmi mendongkel posisi
Unilever.
Tahun 2010, Natura menguasai 14% pasar, disusul Unilever
(9,7%)
sementara Avon nomor 3 (9,1%).
Tentu saja perjalanan ke
posisi puncak itu tidak diraih dalam semalam. Semuanya bermula di tahun
1969
ketika Antonio Luiz da Cunha Seabra yang waktu itu berusia 27 tahun,
mendirikan sebuah
laboratorium dan toko kosmetik kecil di São Paulo yang diberinya nama
Natura.
Saat itu waktu berjalan
sedemikian lambat bagi perkembangan bisnis ini. Natura berjalan seperti siput.
Selidik punya selidik, Antonio melihat penyebabnya adalah cara bisnisnya
tidaklah tepat. Natura hanya menunggu konsumen datang. Sungguh sebuah jurus
yang tidak bisa mempercepat laju bisnis. Tahun 1974, setelah mencoba aneka
model bisnis
untuk mendistribusikan produknya, Antonio pun mencoba strategi yang
ditempuh Avon, yang
selama satu dekade sukses menjalankan bisnisnya di Brazil: model
penjualan door-to-door. Natura
meniru langkah pesaingnya.
Sesungguhnya metode ini bukan
pilihan mudah. Untuk membangun jaringan direct-selling perlu
biaya yang cukup besar di samping makan waktu mengingat hubungan dengan konsumen harus
dibangun satu demi satu, hari demi hari. Apalagi jaringan Avon sudah
sedemikian kuat. Tapi
Antonio merasa pilihan ini tepat karena sekalipun terasa mahal dan
berat di
awal, di kemudian hari akan sangat menguntungkan. Sebab, sekali jaringan direct-selling tercipta,
Natura bisa
berekspansi dengan
biaya rendah termasuk
saat ekonomi bergejolak. Maklum, ujung tombaknya adalah para sales
consultant yang bergerak tanpa dibatasi keberadaan gerai.
Perlahan-lahan model ini digulirkan. Dan keputusan
Antonio benar adanya. Natura mendapat momentum besar di awal tahun 1980-an
sewaktu inflasi datang. Di tahun-tahun itu, harga-harga melonjak, nilai tukar
juga bergejolak. Lantaran hantaman inflasi, banyak produk pesaing di department store perlahan-lahan menghilang. Rupanya,
lonjakan harga dan
kontrol nilai tukar membuat banyak perusahaan internasional meninggalkan Brazil
atau menghentikan investasinya.
Selama periode yang dikenal sebagai “dekade yang hilang” itulah peruntungan Natura membaik.
Ia mengambil alih posisi pemain-pemain internasional yang terpaksa meninggalkan
gelanggang karena himpitan inflasi. Sebagai produk lokal dan dipasarkan dengan
model direct selling, Natura dengan
gesitnya mengisi
celah yang kosong, yang ditinggalkan para pesaingnya. Ia
menari dari satu lokasi ke lokasi lain mengandalkan konsultan penjualannya.
Ujungnya sangat menggembirakan
Antonio.
Antara tahun 1979-1989, pendapatan Natura tumbuh 43% setiap tahunnya. Jagoan lokal ini
bahkan secara pasti merangsek ke posisi atas, mendekati Unilever dan Avon. Di kurun
itu
pula, Antonio beserta dua eksekutifnya, Guilherme Leal dan Pedro Passos membeli
saham pemilik lainnya untuk mengganti nama perusahaan menjadi Natura Cosméticos. Tidak
tanggung-tanggung, merasa pasar lokal sudah bisa ditekuk meski belum
didominasi, trio ini pun segera menggelar visi besar: membawa
Natura ke level global.
MELANGKAH KE LUAR
Setelah mulai menjadi jagoan
di Brazil, trio Antonio, Leal dan Passos memang semakin ingin membawa Natura
bukan sekedar jago kandang. Seraya berikhtiar menumbangkan Unilever dan Avon,
ketiganya ingin membawa Natura ke panggung yang lebih tinggi. Natura juga ingin
masuk ke kosmetik kelas premium dan
perawatan tubuh untuk kelas menengah-atas.
Untuk meraih posisi itu, sisi
produk pun dibenahi. Terutama dari aspek diferensiasi dan filosofi
produk. Antonio cs. sadar bahwa industri kecantikan adalah industri
yang dikritik karena berseluncur di atas kekhawatiran kaum hawa, mempromosikan
stereotip kecantikan yang bersifat rasis, menakut-nakuti tentang ancaman menua
(aging), dan melebih-lebihkan atribut
fungsional produk.
Antonio ingin Natura hadir memberikan perbedaan: perusahaan yang
berbasis pada etos
dan moral, memiliki hubungan yang sehat antara perusahaan dengan stakeholders-nya, mulai dari pelanggan, konsultan penjualan,
pemasok, dan lebih luas lagi, dengan masyarakat serta lingkungan.
Berbasis filosofi ini, Natura
menjadi pelopor pasar kosmetik alam, menentang animal
testing seperti halnya Body Shop dan menjadi perusahaan Brazil pertama yang mengadopsi
Global
Reporting Initiative. Tahun 2000, Natura meluncurkan produk yang dibuat
dari bahan olahan hutan-hutan di Brazil yang dieksplorasi lewat metode produksi
berkelanjutan. Lini produk ini
disebut The Ekos.
Antonio sangat serius dalam
membangun Natura menjadi perusahaan berbasis alam. Satu
dekade sebelum Unilever meluncurkan kampanye ikonik, Real Beauty, Natura bahkan telah
mempromosikan kampanye Truly Beautiful Woman, yang
menampilkan wanita biasa di atas 30 tahun, yang pandangannya telah bergeser dari “ketakutan menjadi tua”, menjadi “wanita
yang ingin meningkatkan rasa percaya diri”. Kelak, atas
kekonsistenannya menggunakan produk alami dan mengupayakan proses produksi yang
ramah lingkungan, Natura menempati posisi ke-2 (di belakang Novo Nordisk) daftar 100 Most Sustainable Corporations in the
World 2012 versi majalah Corporate Knights.
Perihal keinginan Antonio cs.
masuk ke pasar global sesungguhnya bukanlah sekedar gagah-gagahan. Sejak lama Antonio berhasrat
mengepakkan sayap buat bisnisnya. Suatu hari di pertengahan 1980-an, sewaktu berjalan
di Fifth
Avenue, New York, dia berpikir bahwa di tengah persaingan pasar kosmetik, sesungguhnya
Natura memiliki tempat di pasar global. Namun, di mana akan memulai? Mengejar
orang-orang kaya di pasar AS? Masuk ke tempat seperti
Portugal di mana konsumen berbicara dengan bahasa yang sama? Atau tetap di
kandang?
Pikiran itu berkecamuk.
Akhirnya, setelah melihat Natura
semakin diterima di Brazil, Antonio menguatkan niatnya keluar kandang. Chile
pun dirangsek. Distributor lokal dirangkul untuk menjual produk Natura. Setelah
itu, Antonio mengucurkan US$ 100 ribu untuk menciptakan Numina – merek kosmetik khusus untuk
ekspor ke Florida dan Portugal.
Akan tetapi, langkah keluar
gelanggang itu ternyata tidaklah
semudah
mengedipkan mata.
Dalam dunia kecantikan, seperti halnya anggur dan keju, faktor country of origin
sangatlah penting. Bila Paris dan New York dikenal luas sebagai kota
kecantikan global, Brazil sangat jauh dari asosiasi produk kecantikan. Negeri ini
justru dikenal dengan hutannya yang basah beserta
keragaman hayatinya yang memukau, juga tentu saja “sihir” sepak bolanya dan tarian
samba.
Inilah kendala kompetitif yang menghadang Antonio. Brazil
bukan jagonya produk kecantikan. Tanpa bisa dielakkan, langkah masuk Chile, Florida dan
Portugal gagal. Ambisi global pun tersendat.
GIGIH
Namun Antonio tak patah arang. Dia
dan rekan-rekannya mengarahkan Natura ke tempat lain. Kali ini mereka bergerak
ke Bolivia
dan Peru dengan model yang sama seperti di Chile:
membangun jejaring melalui kemitraan dengan distributor lokal. Hasilnya?
Jalan terjal kembali
dihadapi. Natura gagal. Antonio rupanya agak meremehkan perbedaan mendasar diantara negara-negara tetangganya, yakni
bukan bahasa Portugal yang menjadi bahasa ibu, melainkan Spanyol. Kendala bahasa ini
cukup berpengaruh terhadap penjualan produk. Kemudian, cara direct sales rupanya juga kurang begitu
diterima. Konsumen di negara-negara itu cenderung lebih menyukai saluran ritel
untuk mendapatkan produk-produk kosmetik. Kembali, seperti halnya di Chile, operasi di Bolivia
dan Peru tak mendatangkan laba seperti yang diharapkan.
Para petinggi Natura segera
mempelajari kegagalan tersebut. Sembari terus memperkuat pasar lokal, mereka
tetap ingin ikut bermain di pasar global. Satu pelajaran yang sangat kentara dari
kegagalan bertanding di luar kandang adalah model direct sales yang ampuh diterapkan di Brazil, ternyata tidak selalu tokcer bila
diaplikasikan di tempat lain. Pengalaman di pasar domestik tak menjamin
kesuksesan di pasar regional.
Hingga tahun 1999, langkah
melebarkan sayap ini bisa dikatakan kurang berhasil. Tapi Antonio adalah
tipikal wirausahawan tahan banting. Sebelum tahun 1999 ditutup, Alessandro Carlucci, yang
saat itu menjabat Direktur Penjualan Natura (kini dia menjadi CEO), dikirim ke Argentina dengan satu
tugas: membangun
jaringan penjualan yang kuat dan benar-benar berkomitmen dengan Natura.
Tak lama setelah Carlucci
datang, tahun 2001 tantangan menghadang. Argentina masuk jurang resesi setelah
mendevaluasi mata uangnya hingga 40%. Di tengah situasi demikian, banyak pesaing yang merespons
dengan menaikkan harga jual. Namun Carlucci mengambil jalan berbeda. Dia tak
menaikkan harga.
Sesungguhnya ini langkah yang
berat. Tapi ini dimungkinkan bisa terlaksana karena Antonio telah mengintegrasikan fasilitas
logistik, produksi dan R&D yang dibangun di luar São Paulo beberapa tahun
sebelumnya.
Dengan fasilitas yang terintegrasi ini, produk Natura tetap bisa dibuat
kompetitif, sehingga tetap bisa dijual dengan harga terjangkau, termasuk di
Argentina ketika negeri itu dilanda resesi. Dan hasil dari kebijakan di
Argentina ini
benar-benar cespleng: pasar Argentina
jatuh hati pada Natura. Dari nol, Carlucci mampu menggandeng 7000 sales consultant, dan kemudian
membengkak menjadi 20 ribu orang. Penjualan pun akhirnya terus melonjak. Di negerinya
Lionel Messi itu,
Natura tumbuh 30% setiap tahun.
Melihat keberhasilan itu, manajemen Natura
segera mentransfer kesuksesan di Argentina ke tempat lain. Distribusi penjualan ditempuh
dengan model direct sales seperti halnya di Brazil dan Argentina. Mereka
yakin jejaring penjualan sangat ampuh untuk mendongkrak kinerja pasar. Bahkan saking
yakinnya, Natura tidak hanya bermain di Amerika Latin, tapi juga
melebarkan cengkeramannya ke negara maju. Mereka berani bermain lebih jauh. Tak
tanggung-tanggung, dua gerai dibuka di Saint-Germain-des-Prés, Prancis.
Sekalipun Prancis tidak terbuka untuk direct selling seperti Inggris Raya dan
Jerman, manajemen
Natura merasa
harus membuka di sana. Selain merasa punya ikatan yang kuat dengan Prancis
dalam hal sumber untuk kemasan, bahan mentah dan pengetahuan, mereka melihat Prancis,
khususnya Paris, adalah jantungnya dunia kecantikan yang bisa menjadi titik
untuk melompat lebih tinggi lagi di jagat dunia bisnis kosmetik.
Menimbang Paris sangatlah
elit, Natura hanya menawarkan lini produk Ekos di kota ini. Harapannya:
memancing orang datang dan melihat alternatif produk kecantikan dari dunia
ketiga. Hasilnya?
Sayang, langkah ekspansi ini
jeblok. Pasar tak menyambut antusias. Namun, kembali, manajemen Natura tak
patah semangat. Pasalnya, sisi positif tetap mereka raih dari pembukaan gerai
ini. Dari pengunjung yang datang, yang mencoba sampel produk, karyawan mendapat
input tentang produk-produk yang disukai konsumen. Termasuk juga zat-zat yang terlarang untuk
digunakan. Intinya: secara tidak langsung, Natura menyedot ilmu produk-produk
kecantikan dari padepokan yang paling canggih.
Karena sisi positif di Prancis itulah manajemen Natura tak kapok untuk
berekspansi. Bagaimanapun, pasar global lebih menggiurkan ketimbang hanya
berkutat di dalam negeri. Kegagalan di Paris bahkan membuat manajemen Natura
melihat strategi lain yang bisa diterapkan untuk bermain di tengah ketatnya
persaingan. Strategi itu adalah mengawinkan model penjualan direct selling dan jalur ritel.
Berangkat dari hal ini,
manajemen Natura pun masuk ke Meksiko. Negeri Sombrero ini dianggap lahan yang
cocok untuk Natura karena masyarakatnya punya passion untuk kosmetik dan
telah terbiasa dengan tradisi direct sales. Struktur ekonomi dan
demografis Meksiko juga relatif sama dengan Brazil.
STRATEGI HYBRID
Akan tetapi, masuk ke Meksiko adalah
langkah yang sangat berani. Natura adalah latecomer. Sebabnya, Avon
telah bercokol di negeri itu sejak 1956 dan meraup sukses besar. Negeri
Sombrero itu adalah pasar kedua terbesar Avon di luar AS. Di Meksiko, Avon bahkan
tak hanya menjual produk kecantikan, tapi juga perhiasan, mainan dan peralatan
masak.
Toh para petinggi Natura tidak gentar
dibuatnya. Berangkat
dari pengalaman di Paris, mereka tak hanya mulai mengembangkan jaringan direct selling yang
selama ini menjadi andalannya, tapi juga membuka toko. Strategi flanking digelar.
Toko bernama Casa
Natura didirikan di Polanco, dekat Mexico City. Tak seperti toko di Paris, ini
lebih meyerupai sales representatives untuk mempertemukan antara
Natura dan konsumennya, antara konsumen yang satu dengan yang lain, saling bertukar
pengalaman, mengetes produk dan juga training bagi
para sales consultant.
Strategi ini berhasil. Masuk Meksiko
tahun 2007, kinerja Natura segera melejit. Dalam waktu lima tahun, model hybrid
(gerai dan direct sales) ini diterima pasar. Meksiko menjadi pasar luar
negeri terbesar bagi Natura. Berangkat dari satu gerai, pada 2012 sudah ada 5
gerai Casa
Natura di Meksiko.
Keberhasilan di Meksiko membuat
manajemen Natura ingin semakin melebarkan sayap ekspansinya. Mereka membidik
AS. Juga Cina. Namun demikian jalan itu rupanya tidaklah mudah. Setelah
kegagalan di Florida, Natura belum lagi memberanikan diri masuk pasar
kecantikan Negeri Abang Sam. Hadangan paling berat, tentu saja jaringan direct
sales milik Avon yang pastinya akan sukar diruntuhkan. Adapun pasar Cina
tidak dimasuki karena regulasi di negeri ini
melakukan tes pada binatang.
Alhasil, langkah Natura memang masih
sebatas di Amerika Latin dan Amerika Tengah. Namun hal itu sudah membuka mata
para pelaku bisnis produk kecantikan global tentang pemain tangguh dari Brazil.
Bahkan bukan mustahil, Natura kini menjadi calon perusahaan kosmetik berbasis
alam untuk diakusisi di pentas bisnis yang makin gahar.
Lima tahun terakhir, pertempuran di
bisnis produk kecantikan memang terhitung cukup keras.
Perusahaan-perusahaan produk kecantikan raksasa telah mengambil sejumlah
perusahaan
kecantikan berbasis alam. Tahun 2006, L’Oréal membeli jagoan Inggris, Body
Shop. Lalu tahun 2009, Colgate mencaplok Tom’s of Maine, sementara jagoan direct selling dari Jepang, Pola Orbis
membeli Jurlique dari Australia di tahun 2011.
Sejauh ini belum ada indikasi gerakan
mencaplok Natura. Sebaliknya, manajemen perusahaan Brazil itu sendiri terlihat
semakin berambisi melebarkan sayapnya. Memang, dibanding pasar Brazil,
sumbangan dari operasi internasionalnya terhitung masih kecil. Dari Argentina,
Chile, Peru, pendapatan mencapai US$ 139 juta di tahun 2010. Adapun dari
Kolombia dan Meksiko, pendapatan 2010 mencapai US$ 53 juta. Namun kinerja pasar
internasional ini terus meningkat.
Kendati demikian, belajar dari sulitnya
masuk Prancis, Antonio beserta eksekutifnya kali ini tidak telalu gegabah lagi.
Sembari menguatkan dominasi di Brazil, mereka fokus menancapkan kukunya semakin
dalam di Amerika Latin dan Tengah. Untuk itu, mereka habis-habisan berbenah. Dari
sisi SDM, Natura telah membangun Natura Management System. Orang-orang terbaik dari Brazil dan
para MBA dari Amerika Latin direkrut. Tugas mereka adalah mempelajari keunikan
bisnis produk kecantikan di level global.
Ya, bisnis yang satu ini memang unik.
Pengalaman Natura menunjukkan betapa menjual produk bukan hanya persoalan
penggunaan jalur distribusi yang tepat. Faktor kultur dan demografis pun mesti
diperhatikan. Terutama di wilayah Amerika Latin yang kondisi alamnya sering
berbeda antarnegara. Di Chile yang daerahnya lebih tinggi dari permukaan laut,
misalnya. Di sini parfum lebih sering menguap. Sementara orang-orang Meksiko
lebih suka produk yang lebih kering. Semua keunikan ini tentunya mesti
dipelajari dengan baik di samping memahami kultur setempat sehingga proses
komunikasinya lebih mengena. Seiring dengan hal itu, manajemen Natura juga
terus membenahi sisi produksinya. Tingkat efisiensi logistik terus diperhatikan
agar produk tetap kompetitif.
Rupanya Antonio makin yakin hanya
dengan cara-cara seperti itulah Natura bisa terus mempertahankan kedigdayaannya
sebagai jagoan kosmetik dari Negeri Samba dengan rentang pengaruh global.***
0 comments:
Post a Comment