Come on

Follow me @teguhspambudi

Wednesday, December 5, 2007

Bakrie dan Ketidakpedulian Kita

Share this history on :
Aburizal Bakrie menjadi filantrop nomor wahid di Indonesia versi sebuah media Jakarta. Sungguh sebuah berita yang mengejutkan. Buat saya, pastinya. Rupanya, masih ada pemilahan antara apa yang diberikan sebagai sebuah charity dan kewajiban (responsibility) lain yang lebih besar. Yah, Anda pasti tahu yang saya maksud; Lapindo. Sebuah area yang hilang karena kelalaian salah satu anak usaha Bakrie.
Saya senang Franz Magnis Suseno menolak award dari Bakrie Foundation. Namun, tak banyak yang mengambil sikap untuk bertindak tegas seperti ini. Dan tatkala problem ethics (saya tak sekeras untuk menyebut tindakan kriminal atas kasus kehancuran ekologi dan ekosistem di Sidoardjo) ini bertaut dengan ranah ekonomi, kita seringkali benar-benar cuek. Apalagi kalau menyangkut konsumerisme.
Lihatlah, kita tak menghukum Bakrie dengan memboikot produk-produknya. Produk teleponnya bahkan terus melaju. Diserbu para pengguna, yang mungkin tak tahu atau juga memang tak peduli betapa sang pemiliknya punya persoalan sosial dan lingkungan.
Dan Bakrie sendiri (Aburizal), oh la la, selain menantang meminta pembuktian pihaknya telah melakukan kejahatan lingkungan, tampaknya juga terus melaju. Belum lama ini dia mengeluarkan kumpulan tulisannya tentang kesejahteraan sosial. Muantap... Entah apa yang ditulisnya. Saya sudah sedih melihat korban Lapindo. Saya tak mau baca itu.
Oh ya, di luar aktivitas bisnisnya yang kuenceng, keluarga Bakrie juga kian aktif di pendidikan. Meniru keluarga Putera Sampoerna dengan Sampoerna Foundation yang berkolaborasi dengan MM ITB, Bakrie juga meluncurkan Bakrie School of Management. Saya nggak tahu, bagaimana nanti sekolah itu membahas problem tanggung jawab sosial perusahaan.
Yang pasti, Bakrie bisa seperti ini karena masyarakat juga banyak yang tak peduli. Kita tak peduli.

0 comments: