Jadi, apa yang bisa dipelajari
dari Game of Thrones (GoT)?
Saya tak akan membahas sisi
filosofisnya, juga pertarungan politik yang penuh intrik memikat. Saya akan
melihat dari sisi marketing, khususnya word of mouth.
Mari kita flash back dulu.
MENYIMPAN MISTERI
Adegan Jon Snow yang tergeletak bersimbah
darah setelah ditikam lebih dari 10 anak buahnya di malam yang gelap dan dingin
masih membayang pada sebagian orang yang menyaksikan episode terakhir film Game
of Thrones (GoT) Season 5, Juni tahun lalu. Bagaimana tidak, Jon sang pemimpin
Night’s Watch yang sejak awal memancing simpati penonton lantaran memiliki
karakter yang baik – berjiwa pemberani dan penolong – ternyata mesti bernasib tragis
seperti saudara tirinya, Robb Stark: tewas mengenaskan karena pengkhianatan. Tikaman
belati membuatnya rebah.
![]() |
Jon Snow yang bersimbah darah, menyimpan misteri |
Kendati telah lewat beberapa bulan
setelah film seri itu usai, tak sedikit yang masih membicarakan serial drama
fantasi yang diadaptasi dari novel fantasi "A Song of Ice and Fire"
karya George R. R. Martin itu. Tapi tentu saja pembicaraan tertinggi terjadi
saat episode terakhir berjudul Mother’s Mercy itu tayang. Terutama
di linimasa Twitter. Mereka menyoroti tewasnya Jon. Rasa kecewa, sedih, marah
dan terkejut, bercampur aduk. Bagaimanapun, Jon adalah salah satu tokoh favorit
para penggemar.
Memang sukar dipungkiri, GoT
telah menjadi kesuksesan fenomenal. Saat Mother’s Mercy tayang, di AS penonton
melonjak hingga 8,1 juta orang. Itu adalah jumlah pemirsa terbanyak sejak
serial ini tayang pertama kali pada 2011. Sebelumnya, penonton terbanyak
adalah pada episode terakhir Season 4 (2014) yang meraih 7,14 juta
penonton.
Sungguh, kesuksesan ini belum
terbayangkan sebelum pembuatan film ini. Ya, sewaktu David Benioff dan D. B.
Weiss mengutarakan keinginan mereka pada George R. R. Martin untuk mengadaptasi
novelnya buat tayangan televisi, sang novelis sendiri menyatakan keraguannya.
Menurutnya, cerita yang ingin diangkat sangatlah kompleks sehingga tidaklah
mudah untuk menayangkannya di televisi. Bagaimana tidak kompleks, kisah ini
melibatkan 7 keluarga bangsawan dengan simbol-simbolnya sendiri yang unik, 4
agama yang berbeda, juga 14 bahasa. Sangat kolosal. Bagi Martin, tampak agak
sulit untuk mengerjakannya.
Namun Benioff dan Weiss bukanlah
tipikal penakut. Mereka seperti pemegang prinsip berikut: winners never
quit, quitters never win. Mereka percaya semua kompleksitas itu bisa
diadaptasi dan dipindahkan ke televisi. Akhirnya Martin pun luluh. Pada 17
April 2011, GoT Season 1 tayang di AS.
Musim pertama ini langsung
sukses. GoT mampu menarik 2,2 juta penonton. Setelah itu, sejarah mencatat tayangan
ini terus merebut hati pemirsa, bahkan bukan hanya di AS, tapi menjadi sensasi global.
Memang, pembuatan GoT sangatlah
mahal. Anggaran tiap episodenya sedikitnya mencapai US$ 6 juta, dan mencapai
US$ 60-70 juta setiap season. Yang membuat mahal, selain kostum yang
unik, lokasi shooting-nya pun eksotis. Di Eropa mereka mengambil gambar
di Irlandia, Malta, Kroasia, dan Islandia, sementara di Afrika mereka mengambil
lokasi di Maroko. Lokasi-lokasi yang sungguh memanjakan mata pemirsa. Adapun untuk
GoT season 6, kebanyakan mengambil tempat di Irlandia.
Melonjaknya jumlah penonton dari
musim ke musim, pada gilirannya juga melahirkan keuntungan bagi produsennya,
HBO. Mereka menerima limpahan materi seiring popularitas yang melonjak. Keuntungannya
berkali-kali lipat dari biaya produksi setiap season. Tak ayal, GoT
menjadi ladang emas yang luar biasa. “Mungkin tak ada tayangan yang paling
menguntungkan bagi jaringan televisi melebihi GoT bagi HBO. Memproduksi penuh
film ini, lalu menjadi fenomena global setelah satu musim, adalah pertaruhan
yang terbayar dengan mengesankan,” tulis majalah Variety.
Keuntungan ini makin berlipat
begitu melihat produk turunannya juga dijualbelikan, mulai dari DVD hingga
pernak-pernik merchandise. "HBO punya pasar DVD dan produk online
yang hebat,” ungkap Jon Lafayette, editor bisnis di Broadcasting & Cable.
Di website-nya, HBO menawarkan produk-produk kaos dan replika terkait
GoT seharga dari US$
12-700, termasuk replika tahta besi, Iron Thrones yang menjadi biang
sengketa dalam kisah GoT.
Tentu saja ada selalu rahasia di balik kesuksesan
sebuah produk. Lantas, apa yang membuat GoT begitu luar biasa?
WOMM YANG HEBAT
Gaya story telling yang
menarik, salah satunya. Pertempuran 7 Great Houses (keluarga besar) di
benua fiksi Westeros & Essos untuk menduduki tahta besi The Iron Throne di
ibukota Westeros yaitu King's Landing memang menjadi pusaran cerita ini. Dalam
upaya perebutan itu, digambarkan bagaimana pengkhianatan, peperangan, intrik,
hingga cinta terlarang melumuri episode demi episode. Tapi akhir cerita yang
menegangkan dari tiap episodelah yang membuat banyak penonton jatuh hati.
Sebab, sejak awal penonton disuguhi kejutan demi kejutan di episode pamungkas. Penonton
selalu menunggu-nunggu akhir episode dengan satu pertanyaaan: “Who will die
next?” Ya, siapa lagi yang akan meregang nyawa?
Itu dari sisi gaya story
telling. Akan tetapi, pemasaran yang menarik menjadi salah satu faktor
utama yang membuat word of mouth marketing (WoMM) luar biasa sehingga
produk ini begitu laris.
Ya, belajar dari GoT, storyline
yang hebat kini tak cukup untuk sukses. Perlu strategi pemasaran yang hebat
pula, dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Itulah yang dilakukan HBO untuk GoT.
Sejak merilis season pertama, HBO aktif melakukan kampanye pemasaran untuk
melahirkan gelombang WoMM tentang pertempuran memerebutkan Iron Throne. HBO
memromosikannya lewat seluruh kanal, mulai dari media cetak, elektronik, dan
yang paling massif adalah media sosial.
Media sosial menjadi bagian
penting dari kesuksesan kampanye pemasaran GoT. HBO telah melakukan pekerjaan
fantastis dalam mengintegrasikan pemirsa dengan kampanye pemasarannya. Seluruh
kanal media sosial popular dimanfaatkannya. Di Facebook, umpamanya. Mereka
membuat laman Facebook yang mengombinasikan beragam konten untuk menarik para
pengunjung datang secara konsisten. Sewaktu Season 5 akan tayang, apa yang di-posting
adalah cuplikan filmnya (materi promosi) diiringi real-life media
(wawancara di atas karpet merah dan liputan majalah), begitu juga dengan merchandise-nya.
Tak ketinggalan, juga menampilkan model user generated content
(kebanyakan dalam bentuk cosplay dari para fans) yang mungkin terbilang
aktivitas pemasaran paling brilian karena melibatkan para penggemar.
Di ranah Twitter, kontennya juga
beragam, dengan menampilkan sejumlah scene. Komentar fans juga di-retweeted.
Tak heran saat itu ada lebih dai 2,6 juta follower yang mengikuti akun
resmi GoT (sekarang 3,08 juta). Di media ini, HBO memanfaatkan salah satu kekuatan
Twitter yakni hastag (tagar) dan piawai memainkannya. Jumlah tagar yang
diluncurkan cukup banyak. Diantaranya: #GoTSeason5; #GameofThronesSeason5;
#TheWarsToCome; dan #CatchDrogon.
Di Google+ mereka juga bermain.
Namun sepertinya kanal ini tidak terlalu menarik pengunjung dan follower.
Hal yang sama juga terjadi di Instagram. HBO juga memanfaatkannya kendati tidak
terlalu nge-joss. Berbeda dengan di YouTube. Selain di Twitter, di
YouTube-lah produk ini begitu digdaya.
Belakangan, HBO menggunakan Vine
untuk membangun gelombang WoMM atas film seri ini. Trailer yang
ditampilkan lewat Vine membetot minat banyak orang sehingga GoT pun makin
“panas” sebelum ditayangkan. Penonton, atau calon penonton dibuat kian
penasaran.
Dari apa yang terjadi pada GoT, Vine
juga bisa dinyatakan sebagai medium pemasaran yang kuat serta efektif dengan
impak yang masif untuk kesuksesan film ini. Layanan Vine membuat orang mudah
untuk memfilmkan serta mengedit ringkas untuk kemudian di-share ke
beragam platform. Intinya, HBO kreatif dalam mengintegrasikan media sosial ke
dalam kampanye pemasarannya.
Menariknya, HBO tak melupakan
media cetak untuk menimbulkan hype di jagat pemasaran. Di New York
Times, siluet naga peliharaan Daenerys Targaryen membuat pikiran para
pembacanya menari-nari tentang salah satu naga kesayangan wanita berambut
putih-perak ini. Buktinya, setelah promosi ini muncul, orang terpancing untuk menyebarkannya
lewat Reddit, Imgur, Twitter dan Facebook.
Word of mouth generates
more word of mouth. Itulah hukum yang terjadi. Dan HBO benar-benar piawai
memanfaatkan aset cetak dan digital untuk menimbulkan efek WoMM. Bahkan karena
saking ramainya orang membicarakan film ini, yang tak punya TV kabel pun kerap
mendengar apa itu Whitewalkers yang dingin, menakutkan, kejam dan mendatangkan
horor. Atau tokoh-tokoh lain seperti Daenerys Targaryen si cantic pemilik tiga
naga, si kerdil Tyrion Lannister yang cerdik, dan Peter Baelish yang licik.
Begitu juga merananya nasib putra-putri Eddard (Ned) Stark: Robb, Jon Snow,
Sansa, Arya, Bran dan Rickon Stark.
Bagi pemerhati pemasaran, GoT
adalah contoh terintegrasinya pemasaran yang menimbulkan efek WoMM yang hebat.
Ke depannya, popularitas film ini diprediksi masih akan terus melejit. Dan sebagai
bisnis, produk-produk turunannya pun masih melaju. Maklum, GoT telah melahirkan
banyak fans fanatik. Beberapa waktu lalu, sebagian dari mereka bahkan melakukan
tur ke beberapa lokasi di Dubrovnik yang digunakan untuk GoT Season 5.
Pada akhir GoT Season 5, ditegaskan
GoT Season 6 akan tayang kembali pada tahun mendatang sebagai musim keenamnya. Dan
kini, pada 24 April 2016, HBO menyebut film ini akan tayang kembali.
MELANJUTKAN POLA LAMA
Menyambut GoT Season 6, HBO
sendiri tampaknya terus memanfaatkan gaya pemasaran ini untuk memunculkan WoMM
yang hebat. Dalam beberapa spoiler, di Facebook dan YouTube, sudah
dimunculkan sejumlah adegan yang membuat orang semakin tak sabar untuk segera
menontonnya.
Melihat dari trailer,
jawaban atas misteri Jon Snow tetap berlanjut sekalipun pemerannya, Kid
Harrington di Daily Mail mengonfirmasi dia ikut syuting. Anggota
keluarga Stark lainnya, dipastikan hadir. Bran bahkan berada bersama musuh paling
menakutkan di serial ini, White Walkers. Sementara Sansa Stark lolos dari maut
bersama Theon Greyjoy saat loncat dari kastil. Adapun Arya Stark tetap buta.
![]() |
Sansa Stark dan Theon Greyjoy,selamat setelah meloncat dari kastil |
![]() |
Sansa Stark, tetap buta |
Sejauh ini, cara WoM yang seperti
edisi sebelumnya juga telah ditempuh oleh HBO. Diantaranya mengeluarkan tagar #GameofThronesSeason6
di Twitter. Begitu pula di laman Facebook. Cuma memang belum terlalu panas. Tapi
ini bisa dimengerti. Biasanya, viral itu memanas begitu filmnya tayang. Komentar
para penonton yang puas atau kecewa akan segera terlontar menjadi viral.
Jadi, bagaimana dengan Jon Snow?
HBO masih menyimpannya. Tapi kuat
dugaan, Jon dimunculkan karena tekanan penggemar. Saat akhir GoT 5, Kid
Harrington berujar, "Saya tidak menyangka kematian Jon ada di episode 5.
Saat ini saya hanya bisa mengatakan bahwa karakter peranan saya telah mati dan
tak akan hidup lagi. Jadi, saya tidak akan kembali di musim berikutnya.” Nah...
ini mirip Sherlock Holmes yang dulu dihidupkan lagi oleh Arthur Conan Doyle
karena permintaan penggemar.
Menariknya, gambar Jon Snow ini
jadi salah satu cover GoT season 6. HBO tampaknya tahu benar, memang ini
yang ditunggu-tunggu penggemar GoT. Maklum, orang memang selalu butuh
pahlawan...
![]() |
Poster HBO dengan wajah Jon Snow yang misterius |
Well... apapun jalan
ceritanya nanti, GoT adalah contoh fenomenal dalam WoMM. Dan terkait film
tersebut, tokoh serta pemeran boleh pergi, tapi penonton pastinya terus
menanti: who will die next?