Berangkat dari
kreativitas, produk ini telah melewati tantangan jaman dan pasang surut persaingan. Di tangan generasi kelima, mereka kian
mengglobal.
MUNGKIN tak banyak yang menyadari bahwa salah satu faktor yang membuat Daniel Craig
terlihat gagah dan keren dalam film James Bond terakhirnya, Skyfall adalah sepatunya. Ya, sepatu di kedua kakinya yang kokoh itu. Dan yakinlah, makin banyak lagi yang tak mengetahui bahwa selama film laga itu berlangsung, Si James Bond
ini menggunakan 4 pasang sepatu buatan Crockett & Jones. Keempat pasang
sepatu itu bernama Alex, Highbury, Tetbury dan Islay.
Bukan
tanpa alasan agen rahasia Inggris itu menggunakan sepatu-sepatu yang harganya tak
murah ini – di kisaran US$ 524-735 sepasang. Crockett & Jones adalah salah
satu produk kebanggaan bangsa Inggris. Sepatu hand made ini merupakan wujud kualitas yang terjaga, yang melewati
8 tahap produksi serta 8 minggu untuk pengerjaan setiap pasangnya. Lebih dari
itu, Crockett & Jones adalah wujud dari perjalanan kreativitas yang panjang,
yang berangkat dari keahlian menyamak kulit, yang membuat bangsa Inggris bangga.
![]() |
Empat Sepatu Crockett & Jones untuk James Bond |
Crockett
& Jones dibangun pada 1879 oleh Sir James Crockett dan saudara iparnya, Charles
Jones di Northampton dengan modal hibah sebesar ₤ 200 dari Thomas White Trust (TWT). Saat itu, TWT
menyatakan memberi hibah untuk “mendorong anak-anak muda dengan karakter yang
baik di kota Northampton serta Coventry untuk membangun bisnisnya sendiri”.
Bermodal
uang hibah itu, James dan Charles mendirikan Crockett & Jones. Northampton
menjadi basisnya. Ada alasan mengapa kedua anak muda itu membuat perusahaannya
di sini. Wilayah Northampton secara tradisional dikenal sebagai daerah tempat tinggal
orang-orang yang ahli membuat sepatu. Dan jangan keliru, kepiawaian para
pembuat sepatu di wilayah ini sudah terkenal lebih dari 800 tahun. Pasokan air
untuk menyamak, kulit yang berlimpah dari pasar ternak, membuat wilayah ini
menjadi tempat sempurna untuk menjamurnya para pembuat sepatu. Di sini, selama
berabad-abad, para perajin dan pendesain sepatu mengasah kemampuan mereka,
memroses bahan baku menjadi sepatu terbaik.
Northampton
memang sungguh punya sejarah yang panjang. Para pembuat sepatu dari wilayah ini
bahkan sudah menyediakan sepatu saat Perang Kemerdekaan Amerika Serikat. Lalu,
2/3 dari 70 juta pasang sepatu prajurit yang bertempur saat Perang Dunia I
diproduksi dari Northampton. Dan laiknya sebuah kluster industri, hampir setiap
desa di wilayah ini punya industri sepatu dengan spesialisasinya masing-masing.
Long Buckby, misalnya, terkenal dengan long
boot sementara Wollaston untuk sepatu kerja.
![]() |
Iklan Sepatu Crockett & Jones Model Lama |
Saat
ini, ada sekitar 25 pabrikan sepatu berada di wilayah ini. Mereka punya merek
dan jejak di pasar global yang disegani. Tapi, menspesialisasikan diri dalam
membuat alas kaki kulit dengan teknik yang disebut Goodyear-welted, Crockett
& Jones mengukuhkan sebagai yang terbaik dan terbesar, terutama dalam
urusan sepatu pria. Selain Crockett & Jones, sejumlah merek terkenal yang
di Northampton adalah Trickers, Barker, Cheaney, Grenson, Loake, John Lobb,
Edward Green, Alfred Sargeant, dan Church.
PASANG SURUT
Namun
tentu saja ini perjalanan yang pasang-surut. Pada saat berdiri, perusahaan memulainya
dari skala kecil untuk membuat sepatu pria. Roda bisnis baru berkembang di tangan
generasi kedua. Pada tahun 1890-an, generasi kedua, Harry Crockett dan Frank
Jones menambahkan elemen-elemen baru. Mereka memodernisasi fasilitas dengan
mesin yang lebih bagus, terutama peralatan sol yang diproduksi Charles
Goodyear. Langkah ini sangat strategis karena mampu membantu perusahaan
memproduksi sepatu lebih cepat. Tak lupa, mereka juga membangun pabrik di Perry
Street, Northamptom, yang kemudian ditambah bangunan baru di tahun 1910 dan
1935 sehingga memberikan ruang kerja yang sangat lapang.
Setelah
itu, pelan tapi pasti, kinerja mereka pun terus menanjak. Bahkan pada tahun
1910, masa di mana banyak negara masih berkutat untuk memerdekakan diri, Crockett
& Jones telah bergerak maju. Mereka mengekspor produksinya ke Australia,
Argentina, Afrika Selatan, AS dan Timur Jauh (Jepang) sekalipun Inggris tetap
menjadi pasar utamanya.
Pada
tahun 1930-an, dengan generasi ketiga berada di tampuk kekuasaan, pamor Crockett
& Jones kian mencorong. Produksi bisa mencapai 15.000 pasang sepatu dalam
seminggu. Mayoritas sepatu ini adalah boot
serta sepatu perempuan. Dan sewaktu Perang Dunia meletus. mereka memasok sepatu
para prajurit. Lebih dari 1 juta pasang sepatu diluncurkan Crockett &
Jones. Di masa perang ini, atas perintah Pemerintah Inggris, produksi sepatu pria
dan wanita yang biasa dibuat di Northampton dihentikan, berganti khusus untuk sepatu
perang yang diperlukan semua angkatan (darat, laut dan udara).
Lewat
masa perang, terutama dekade 1950-1960-an, Crockett & Jones mereguk masa
gemilang. Puncaknya terjadi di tahun 1968. Saat itu, Crockett & Jones
menjadi salah satu bintang di tengah industri sepatu yang berjaya. Tahun itu, industri
sepatu Inggris mempekerjakan 92 ribu tenaga kerja, yang menghasilkan lebih dari
200 juta pasang sepatu dalam setahun. Dari total produksi itu, sebanyak 185
juta pasang dibeli dan digunakan di Inggris. Ini adalah penanda hebatnya
industri sepatu Inggris saat itu.
Tapi
memang tak ada yang abadi di dunia ini. Jaman berubah, rodanya siap menggilas
mereka yang nyaman. Tahun 1970-an, rencana proteksi pemerintah Inggris untuk
industri sepatu gagal terlaksana. Akibatnya, sepatu dari luar menyerbu masuk.
Toko-toko menawarkan sepatu alternatif dari pasar mancanegara, termasuk dari
Benua Eropa.
Dalam
kondisi demikian, seperti pembuat sepatu lainnya dari Inggris, Crockett &
Jones pun mengalami mimpi buruk. Produksi melambat dan merosot, bahkan pernah
hanya membuat 60 ribu pasang sepatu dalam setahun.
Menyiasati
keadaan, pada tahun 1977, manajemen Crockett & Jones memfokus (re-focus) ulang bisnisnya. Mereka
memutuskan untuk memusatkan perhatian pada sepatu laki-laki berkualitas tinggi.
Lalu, alih-alih bertahan di dalam negeri di tengah serbuan sepatu asing, mereka
juga memutuskan untuk mengembangkan pasar mancanegara, terutama Eropa, AS serta
Jepang.
Bisnis
pun kembali bergulir cepat. Selama 13 tahun kemudian, 70% dari produksi bahkan
untuk pasar ekspor. Tak heran, pada 1990, Crockett & Jones pun diganjar Queens Award for Export Achievement oleh
pemerintah Inggris.
Setelah
itu, Crockett & Jones kian melebarkan sayapnya. Mereka merasa tak cukup
lagi hanya melempar produk ke pasar tanpa sesuatu yang bisa mewakili citra
elitnya. Seusai membuka toko ritelnya yang pertama di Jermyn Street, London
pada tahun 1997, mereka merentangkan toko-toko di luar negeri seperti New York,
Paris and Brussels.
Menurut
managing director-nya, Jonathan
Jones, setelah situasi yang buruk di dekade 1970-an, perlahan-lahan keadaan Crockett
& Jones kembali membaik hingga produksi bisa tumbuh ke titik 130 ribu dalam
setahun. Namun jelas masa gemilang dekade 1950-1960’an itu telah memudar. “Kami
bergerak mendatar, dan problem terbesar adalah mengelola permintaan serta
menemukan tenaga kerja ahli yang kami perlukan,” kata Jonathan.
Sekarang,
setelah 4 dekade berlalu dari masa kegemilangan industri sepatu Inggris, yang
tersisa hanya sekitar 4500 pembuat sepatu di negara itu. Mereka memproduksi 5
juta pasang setahun. Itu pun kebanyakan secara parsial dibuat di luar Inggris
dengan model outsourcing, kemudian
distempel “Made in England” – sesuatu
yang menjadi ciri semua industri global.
ADAPTIF
Dalam
kondisi demikian, sebagai pemain terbesar, Crockett & Jones berupaya
bersikap adaptif terhadap perubahan situasi. Di tangah generasi kelima, mereka terus
berupaya mengatasi tantangan yang tak mudah, baik yang datang dari lingkup
internal maupun eksternal.
Dari
sisi internal, mereka kini terus aktif merekrut orang. Persoalannya, membuat
sepatu hand made tidaklah gampang. Tak
selalu mudah mendapatkan orang-orang yang ahli dalam urusan ini untuk bersedia duduk
asyik bekerja di lantai produksi.
![]() |
Pekerja Crockett & Jones. Mencari Tenaga Ahli untuk Hand Made Shoes tidak Mudah. |
Kemudian,
di lingkup eksternal, Crockett & Jones mendapat kerepotan lain. Mereka bukan
hanya berduel dengan pemain sejenis melainkan juga mesti berkompetisi dengan pelaku
bisnis tas tangan mewah yang tengah booming,
yang juga membutuhkan kulit bermutu tinggi. Akibatnya, ongkos produksi pun
meningkat sehingga mau tak mau harga sepatu Crockett & Jones ikut
terdongkrak.
Namun
tentu saja hal yang bisa melemahkan ini mesti dicari solusinya. Selain terus
mencari tangan-tangan terampil untuk lantai produksi, lalu membenahi sisi bahan
baku dengan mengupayakan mendapat bahan sepatu terbaik, Crockett & Jones juga
mengaktifkan lini-lini pemasaran, termasuk dengan teknik word of mouth (WOM). Di sini, mereka beruntung. Kebanyakan para
pengguna fanatiknya menjadi evangelical
consumer yang konsisten untuk perusahaan sepatu ini. Dalam satu kesempatan,
para pengguna fanatik mengungkap di koran The
Daily Telegraph dengan menyatakan sudah menggunakan sepatu Crockett &
Jones selama satu dekade. Artinya, sekalipun mahal, sepatunya awet. Selama
lebih dari 20 tahun terakhir, rekomendasi WOM ini telah turut membantu Crockett
& Jones bertahan dan tumbuh menjadi kebanggaan bangsa Inggris.
Tapi
tentu saja manajemennya tidak mau terlena. Mereka ingin merek Crockett &
Jones kian mendunia. Mereka ingin sepatu ini bukan hanya dipakai James Bond,
tapi sebanyak mungkin orang. ***